Tuesday, February 21, 2017

Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama Dalam Al-Quran dan Hadis




Islam ialah agama monoteisme terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Islam adalah agama hanif,  lurus, dan diyakini sebagai penyempurnaan agama-agama sebelumya. Dalam perkembangan agama yang mutaakhir inilah, manusia kemudian terpecah ke dalam beberapa golongan, yang secara umum terbagi dua, yakni ateis dan teis. Namun, pada dasarnya kedua golongan itu menyembah satu Tuhan (monoteis), tetapi dalam symbol, bahasa, serta caranya berbeda.

           
لا اكراه في الدين قد تبين الرشد من الغي (البقرة : 256
Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat.

Pemahaman ajaran demikian ini membuat penganutnya tidak memaksakan keyakinannya kepada orang lain. Membiarkan orang dengan keyakinannya tanpa merasa beban dan hal ini memberikan pesan yang toleran kepada orang lain. Toleransi beragama sangat dibutuhkan dalam kehidupan bernegara. Toleransi ini hanya bias berjalan dengan baik apabila ada saling mempercayai. Karena toleransi mengandalkan keragaman, menghormati hak orang lain, melindungi penganut ajaran lain sesuai perjanjian, cinta kasih dan toleransi jangan diartikan lemah dalam beragama. Sebaliknya hanya mereka yang memiliki kepercayaan diri akan kebenaran agamanya serta kekuatan ilmu yang bisa berbuat toleran dan kasih saying pada kelompok lain seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah dan sahabatnya. Begitu juga dalam menjalankan aktivitas Dakwah Islamiah dikalangan umat masa kini. Adalah sangat dibutuhkan sifat toleransi di dalam diri da’I dan da’iyah untuk menghadapi umat yang berbilang bangsa. Masyarakat yang semakin meningkat, tuntutan yang sudah beragam, membuat dakwah tidak bisa digunakan secara tradisonal dan metode dakwah itu harus diubahsuai mengikut peredaran waktu dan disusuli dengan sifat toleransi. Ini adalah kerana masyarakat pada masa kini itu pemikirannya bisa diluar jangkauan dan juga berbilang pada agamanya. Oleh itu sebagai seorang Islam, harus bersedia menghadapi pendapat dari sudut pandangan yang berbeza dari penganut agama yang lainnya agar bisa toleransi dengan baik dan juga disenangi oleh mereka. Di dalam al-Quran juga ada menyatakan hal orang-orang yang senantiasa berbeda dan tiada paksaan. 




 Apa Itu Toleransi ?

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, toleransi yang berasal dari perkataan “toleran” itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menegang (menghargai, membiarkan, membolehkan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendiriannya. Dalam bahasa Inggeris pula, tolerance artinya lapang dada, sabar, tahan terhadap dan dapat menerima. Misalnya dalam ungkapan He shows great tolerance. He is tolerance of what they have done (dia menerima apa yang telah mereka lakukan).[1]Dalam bahasa arab, toleransi dikatakan ikhtimal, tasamuh menurut arti bahasa ialah sama-sama berlaku baik, lemah lembut dan saling memaafkan. Tasamuh dalam pengertian umum adalah suatu sikap akhlak terpuji dalam pergaulan di mana rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang digariskan oleh Islam. Dalam komunikasi manusia, tasamuh dapat dibagi sebagai berikut. 1) Tasamuh antara sesama muslim seperti saling tolong menolong, saling menghargai, saling menyayangi, dan menjauhkan perasaan saling curiga-mencurigai. 2) Tasamuh terhadap non-muslim iaitu saling menghargai hak-hak mereka selaku manusia dan selaku sesama anggota  masyarakat dalam sesuatu Negara.[2]

Toleran yang membawa arti membiarkan, tidak memaksa, suatu budaya toleransi yang belum pernah dikenal oleh Eropa pada abad pertengahan, dimana umat Yahudi dan Nasrani bebas menjalankan agamanya masing-masing. Bagaimana pendapat Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam, mengataka “Kita dapat memastikan bahwa hubungan yang sangat baik antara umat Islam dan Nasrani karena kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki umat Islam tidak digunakan secara fanatik untuk memaksa mengubah kepercayaan orang lain kepada Islam. Islam memandang perbedaan keyakinan  itu sunnatullah (hukum Allah) yaitu Allah jika mengkehendaki bisa saja menjadi umat yang satu. Berarti keagamaan  di dalam keyakinan merupakan petunjuk bagi kita untuk diuji kebenaran dan kebaikannya. Inti terdalam dari keberagamaan seseorang berada pada sikap batin yang secara politis sosiologis, kita memang sering melihat fenomena pemaksaan atau pembujukan  kepada seseorang untuk memeluk agama tertentu. Tetapi sesungguhnya, keberagamaan yang sedemikian itu bukanlah keberagamaan yang sejati. Dan karena tidak sejati maka tiidak akan tahan lama dan tidak mendatangkan ketentraman serta peningkatan spiritual melainkan mendatangkan kegundahan dan serba kepura-puraan.

Jadi, sikap menghargai pluralisme adalah sikap yang natural, logis dan merupakan bagian dari perwujudan tingkat kedewasaan seseorang dalam menerima kenyataan sejarah. Ajaran Islam itu sendiri membenarkan dalam perbedaan  seperti firman Allah dalam surah Hud 118-119 :

ولوشآء ربّك لجعل النّاس أمّة وحدة , ولايزالون مختلفين
إلاّ من رّحم ربّك, ولذلك خلقهم, وتمّت كلمة ربّك لأملأنّ جهنّم من الجنّة والنّاس أجمعين.
Jikalau Tuhanmu mengkehendaki, tentu Dia menjadikan manusia yang satu, tetapi mereka sentiasa berselisih pendapat. Kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan itulah Allah menciptakan mereka. Kalimah Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan, sesungguhnya Aku pasti akan penuhkan neraka jahannam  dengan jin dan manusia (yang derhaka) semuanya.

Maka dengan keberagamaan itu memberikan kesempatan kepada manusia untuk menguji keimanan yang dipilihnya. Perbedaan pendapat dalam segala aspek kehidupan merupakan fenomena yang telah lahir dan akan berkelanjutan bagi kehidupan. Hal ini juga dapat menjadi rahmat apabila masing-masing saling menghormati pegangan dan saling memberikan yang terbaik pada kehidupan. Seperti mengajar buta aksara dari agama-agama non-muslim yang diminta oleh Nabi untuk mengajar kepada orang-orang yang belum pandai membaca.[3] Namun dalam hal keyakinan mereka dibiarkan tetap seperti yang tertera pada surah al kafirun ayat 6[4] :
لكم دينكم ولي دين
Bagimu agama kamu, bagiku agamaku


 Pentingnya Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama

            Toleransi beragama sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat dan hanya bisa berjalan dengan baik sekiranya sikap saling mempercayai satu sama lain yaitu dalam arti kata lainnya ialah mutual trust. Akan tetapi, fungsi mutual trust sebagai  suatu kekuatan untuk mewujudkan komunitas humanistik (civic community) mengalami kemerosotan yang terjadi kekuasaan rezim Orde Baru atas nama keragaman agama membatasi kebebasan sipil dan kebebasan politik. Sememangnya sikap saling mempercayai amat diperlukan dalam apa jua keadaan dan bukan sahaja diperlukan ketika mana adanya toleransi. Bisa dirumuskan bahwa dimana ada toleransi di situ juga adanya kepercayaan di kalangan umat yang beragama. Akan tetapi, jika tidak ada kepercayaan dikalangan umat akan terjadinya perselisihan yang membawa keburukan pada akhirnya.[5]

            Banyaknya anutan agama dan bangsa yang berbilang (multicultural), maka banyak pula permasalahan yang ditumbulkan oleh beberapa extrimis dan teroris agama, sebagai contoh pengeboman terhadap tempat-tempat ibadah, mengutuk kepercayaan orang lain, melarang pembangunan rumah ibadat, mengekang terhadap kebebasan beragama dan sebagainya. Berlakunya perkara extrimisme dan terorisme tersebut mejadikan bahawa betapa pentingnya mewujudkan toleransi dan kerukunan beragama menjadi pola komunikasi antara warga di dalam sesebuah Negara ataupun kawasan yang berbilang agama dan bangsa. Dengan sikap toleran itulah diharapkan terciptanya kerukunan antara warga yang relasinya akan menjadikan dunia yang damai.Pentingnya toleransi dan kerukunan umat beragama adalah untuk membebaskan warga dari konflik yang akan menghancurkan umat dan kesatuan dalam menjaga hubungan manusia sebagai makhluk sosial sekaligus membuka peluang untuk berdakwah. Toleransi antara umat beragama menjadi sangat penting untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan. Jika setiap masyarakat mampu menghargai setiap perbedaan budaya antar umat beragama, maka bukan tidak mungkin perselisihan tersebut tidak akan terjadi. Meski kebudayaan yang berbeda tersebut sering kontras bahkan merupakan hal yang dibenci dan dihindari oleh kebudayaan agama kita. Namun, perselisihan maupun peperangan bukanlah solusinya.

            Berbagai peristiwa terorisme itu telah mewujudkan betapa toleransi harus menjadi pola komunikasi antar warga dan negara. Terlepas dari perbedaan agama, suku, etnis, budaya dan Negara juga status sosial. Dengan sikap toleran inilah diharapkan terciptanya kerukunan antar warga yang relasinya akan menciptakan dunia yang damai. Perdamaian dengan tidak pertumpah darahan. Perdamaian dengan tidak adanya kelompok yang merasa di marjinalkan. Beberapa konflik yang dimulai dari perselisihan antar umat beragama banyak terjadi di Indonesia. Sebagai contoh adalah pengeboman yang dilakukan teroris di Bali pada waktu itu. Kejadian tersebut juga berawal dari perselisihan umat beragama. Kasus lain yaitu penembakan umat islam yang hendak pergi haji, tawuran antar pelajar yang dipicu oleh perbedaan agama di Ambon dan masih banyak lagi. Nabi Muhammad saw mengajarkan Islam sebagai agama kasih sayang dan menolak kekerasan yang dapat memicu konflik, melindungi minoritas dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya sebagaimana yang dinyatakan di dalam Piagam Madinah. Merealisasikan toleransi tanpa menjual keyakinan sebagai ummat Islam pengertiannya adalah akidah yang kita yakini tidak boleh kabur  kerana alasan toleransi. Toleransi dalam Islam tidak mengenal kompromi dalam akidah. Berarti ukuran toleransi dalam sikap penganut dapat tegas dan jelas berdasarkan kebijaksanaan dan keyakinan.

Toleransi Dan Kerukunan Umat Beragama Dalam Al-Quran

            Dalam Islam, tidak ada ayat al-Quran dan hadis yang mengobarkan semangat kebencian, permusuhan, pertentangan, atau segala bentuk perilaku yang negatif, represif yang mengancam stabilitas dn kualitas kedamaian hidup. Ironisnya, hingga kini masih saja muncul kekerasan yang mengatasnamakan agama. Karena itu, diperlukan suatu rumusan yang tepat untuk membangun system kehidupan yang damai. Rumusan itulah yang ada dalam gagasan pluralism, yang menjadi dasar bagi kerukunan dan hubungan baik intern maupun antar umat beragama. Menurut buku Maqashid Syariah karya Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Islam menjaga hak dan kebebasan, dan kebebasan yang pertama adalah kebebasan berkeyakinan dan beribadah. Setiap pemeluk agama berhak ke atas agama dan mazhabnya. Ia tidak boleh dipaksa untuk meninggalkannya menuju agama atau mazhab lain, juga tidak boleh ditekan untuk berpindah dari keyakinannya untuk masuk Islam. Dasar hak ini sesuai firman Allah :

أفأنت تكراه الناسّ حتّى يكونوا مؤ منين .
Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (QS Yunus (10):99)
           
            Al-Quran memberikan apresiasi bahawa masyarakat dunia terdiri dari beragam komunitas yang memiliki kehidupan masing-masing dan mereka harus menerima kenyataan akan keragaman sehingga mampu memberikan toleransi. Atas semua peristiwa atau kejadian  yang telah terjadi, al-Quran tetap menolak segala bentuk pemaksaan dan sering menganjurkan toleransi kerana orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Maka Dia akan membukakan dan menerangi mata hatinya, lalu orang tersebut akan masuk Islam dengan bukyi dan hujah. Barangsiapa yang hatinya dibutakan, pendengaran, dan penglihatannya ditutup oleh Allah. Maka tidak ada gunanya mereka masuk Islam dalam keadaan paksa, sebagaimana kata Ibnu Katsir.[6]

            Perbedaan di antara umat manusia dalam pandangan Islam, bukanlah warna kulit dan bangsa akan tetapi tergantung pada ketakwaan masing-masing. Seperti dalam firman Allah dalam Surah Al-Hujurat ayat 13 :

قلت الاعراب آمنّا, قل لّم تؤ منوا و لكن قولوا اسلمنا ولمّا يدخل الإيمان في قلوبكم, وان تطيعوا الله ورسوله لا يلتكم من اعمالكم شيأً, إنّ ألله غفور رّحيم.
Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan , dan kemudian kami jadikan kamu berbang-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenali. Sungguh, yang paling mulia itu di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa, Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha teliti

            Argumentasi-argumentasi inilah yang menjadi dasar normatif dalam perspektif Islam tentang kesatuan umat manusia, yang akan mendorong berkembangnya solidaritas antar umat manusia (ukhwah Insaniyah atau ukhwah bashariyyah). Al-Quran memberikan apresiasi bahawa masyarakat dunia terdiri dari beragam komunitas yang memiliki kehidupan masing-masing dan mereka harus menerima kenyataan akan keragaman sehingga mampu memberikan toleransi. Perspektif teologi Islam tentang kerukunan hidup antar agama, didasarkan pada esensi ajaran yang memandang manusia dan kemanusiaan secara positif dan optimistis. Menurut Islam, manusia berasal dari satu asal yang sama, yakni keturunan Adam dan Hawa. Dalam etika sesama manusia sangat dianjurkan untuk menjaga keselamatan sesama manusia, saling mengasihi dan menghargai, dan karena pertikaian dan permusuhan dilarang dalam Islam. Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surah Ali-Imran ayat 134 :

الّذين ينفقون في السّرّاء والضّرّاء والكاظمين الخيظ والعافين عن الناس , والله يحب المحسنين
(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.

          Hal ini banyak membuktikan dalam al-Quran bahwa toleransi dan kerukunan umat beragama amatlah dititik beratkan. Ini adalah kerana dalam kehidupan seharian sanagt memerlukan yang namanya toleransi dan juga ini adalah sebahagian hal yang penting utnuk mengekalkan keamanan manusia sejagat di suatu tempat. Islam mengajarkan bahawa agama Tuhan adalah universal karena Tuhan telah mengutus Rasul untuk setiap umat manusia. Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga hubungan baik dengan komunitas agama lain, khususnya komunitas Ahl al-Kitab.[7]


Toleransi Dan Kerukunan Umat Beragama Dalam Hadis

            Dalam hadis disebutkan bahawa Islam mengharuskan umatnya berbuat baik dan menghormati hak-hak tetangga tanpa membedakan agama tetangga tersebut. Sikap menghormati itu dihubungkah dengan iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir. Ada juga hadis yang menyatakan bahwa barangsiapa yang menyakiti kelompok dzimmi berarti ia menyakiti Rasulullah. Bentuk relasi dan interaksi positif antara Islam dan ahl al-Kitab dapat dilihat dari aspek-aspek yang mencakup hal berikut:

a        Nabi pernah memberikan penghormatan dengan berdiri terhadap jenazah seorang Yahudi.

“Diriwatkan dari Jarbi bin Abdillah r.a dia berkata, “Suatu ketika dia lewat dihadapan kami orang-orang yang membawa jenazah seorang Yahudi. Nabi SAW lalu berdiri dan kami pun segera mengikutinya. Setelah itu, kami berkata, “Wahai Rasulullah. Sesungguhnya jenazah yang lewat itu tadi adalah jenazah seorang Yahudi.” Rasulullah kemudian menjawab: Jika kamu sekalian melihat orang sedang lewat membawa jenazah, maka berdirilah!”

Para sahabat memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menjelaskan tentang alasan yang melatarbelakangi Nabi berdiri saat menyaksikan jenazah seorang Yahudi. Nabi mengunjungi anak seorang Yahudi yang sedang tertimpa musibah.

“Diriwayatkan dari Anas r.a, dia berkata: Ada seorang anak kecil Yahudi yang bekerja membantu Nabi SAW menderita sakit. Maka Nabi SAW menjenguknya dan duduk di sisi kepalanya lalu bersadba: Masuklah Islam. Anak kecil itu memandang kepada bapaknya yang berada di dekatnya, lalu bapaknya berkata: Taatilah Abu Al-Qasim SAW. Maka anak kecil itu masuk Islam. Kemudian Nabi SAW keluar sambil bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari neraka”

Hadis di atas mengandungi beberapa pemahaman iaitu, 1) Kebolehan bagi umat Islam meminta bantuan kepada orang musyrik serta mengunjunginya ketika ia sakit. 2) Keberislaman anak kecil dianggap sah, sehingga jika ia telah mencapai usia baligh kemudian ia kafir dan meninggal dalam keadaan kafir maka ia akan disiksa. 3) Jawapan Nabi atas sapaan salam Yahudi

“Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa orang-orang Yahudi datang menemui Nabi SAW lalu mereka mengucapkan al samu ‘alayka (kecelakaan atau racun buatmu), maka aku - Aisyah – melaknat mereka. Beliau bertanya: mengapa engkau berbuat begitu. Aku jawab: Apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka ucapkan? Beliau menjawab: Apakah engkau tidak mendengar apa yang aku katakan? (Aku katakana kepada mereka): wa’alaikum (namun juga buat kalian)

Terdapat pemahaman yang berbeda di kalangan para ulama dalam memahami hadis di atas. Mayoritas ulama salaf dan para fuqaha memahami hadis tersebut menyatakan bahawa orang Muslim tidak diperbolehkan mendahului mengucapkan salam kepada Ahl al-Kitab. Terdapat penilaian sekolompok umat Islam, bahwa salam dengan al-salam ‘alaykum merupakan salam khas untuk umat Islam sahaja. Hal ini berbeda dengan cara pandang para eksponan pluralisme agama. Menurut mereka, salam  merupakan bentuk ungkapan doa keselamatan. Keselamatan itu tidak hanya  terbatasi pada umat Islam tetapi juga pada  untuk umat agama lain. 

Dalam As-Sirah, Ibnu Ishaq mengatakan, ‘Saat para utusan penduduk Najran (yang beragama Nasrani) menghadap kepada Rasulullah di Madinah, mereka masjid beliau setelah waktu asar yang merupakan waktu solat mereka. Lantas mereka berdiri ddan melaksanakan solat di masjid beliau. Lalu orang-orang (para sahabat Nabi) ingin mencegah mereka namun Rasulullah saw berkata,”Biarkan mereka,” kemudian para utusan itu menghadap kea rah timur dan melaksanakan solat ala mereka.”Mengenai harta benda, Abu Ubaid menceritakan dari Said Bin Al-Musayyab, “Rasulullah bersedekah kepada ahlul bait yang beragama Yahudi, maka sedekah berlaku untuk mereka”. Imam Al-Bukhari juga mengatakan, “Nabi saw wafat, dan baju perangnya dalam keadaan digadaikan kepada seorang yahudi untuk nafkah keluarganya. Paahal sangat mungkin sekali Rasulullah meminjam dari para sahabat, dan para sahabat disini juga bukan berlaku kikir kepada beliau, namun hal ini dilakukan oleh beliau semata agar umatnya mengetahui.”

 Maka jelaslah toleransi Islam dalam interaksinya yang baik, muamalahnya yang lembut, perhatian mengenai hubungan dengan tetangga, dan juga toleran dalam masalah perasaan kemanusiaan yang besar yakni dengan kebaikan, rahmat, dan kemurahan hati. Ini merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbuat baik dan berlaku adil merupakan dua hal yang berbeda dan yang harus dilakukan oleh seorang muslim kepada ahli kitab. Orang-orang non-Muslim juga memiliki kedudukan khusus dalam muamalah dan undang-undang ataupun peraturan.

 Kesimpulan
            Manusia tidak mungkin bisa merealisasikan tujuan dan sasarannya melainkan semua unsur perkembangan terpenuhi, dan dia menggunakan dan mengambil hak-haknya secara sempurna. Hak-hak pertama yang dijamin oleh Islam ialah hak hidup, hak memiliki, hak mendapatkan perlindungan kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, dan juga hak untuk belajar. Seperti dalam firman Allah SWT dalam  Al-Isra ayat 70 :

و لقد كرّمنا بني ءادم  وحملنهم في البرّ والبحر ورزقنهم مّن الطّيّبت وفضّلنهم علي كثير ممّن خلقنا تفضيلاً

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atau kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.


            Hak-hak di atas merupakan hak yang wajib didapatkan seseorang tanpa melihat warna kulit, agama, jenis kelamin, kebangsaan, dan status sosialnya. Hal ini menunjukkan bahwa kita iaitu umat Islam dan umat agama yang lain mempunyai hak yang sama dalam mendaptkan sesuatu perkara. Ini juga menunjukkan toleransi dan kerukunan umat beragama diseluruh dunia. Kerana toleransi mengandalkan keragaman, menghormati hak-hak orang lain, melindungi penganut ajaran yang lain sesuai dengan perjanjian, cinta kasih dan toleransi jangan diartikan lemah di dalam beragama. Sebaliknya hanya mereka  yang memiliki kepercayaan diri  akan kebenaran agamnya serta kekuatan ilmu yang bisa berbuat toleran dan kasih sayang pada kelompok lain seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat baginda.

            Kalau mereka lemah secara ekonomi, mari kita bantu. Kalau mereka mereka lupa, mari kita ingatkan, kalau mereka tersisih dan terlupakan mari kita tengok dan kita rangkul apabila kondisi masyarakat yang terjadi seperti ini. Oleh sebab itu, sikap In-toleransi, keras kepala, memaksa, degil, selalu tidak menerima hasil kesepakatan, merasa kalah dan rendah apabila pendapat orang lain diterima adalah suatu ciri yang tidak dewasa dalam sikap beragama. Usaha mewujudkan komunitas masyarakat beragama yang mengamalkan toleransi dan kerukunan umat beragama tentunya adalah dengan memantapkan sebuah pekerjaan yang menuntut adanya pemahaman keilmuan yang mendalam baik secara teoritis maupun terapan. Dengan adanya pengajaran keilmuan yang diterapkan kepada seluruh komunitas masyarakat dunia, pastinya kita akan hidup dalam keadaan harmoni dan setiap umat tersebut pasti merasa nyaman ketika hidup dalam perbedaan.



Tafsir Al-Quran “al-Mumayyaz”
  Dr.Hj. Umi Sumbalah, M.Ag , Akhmad Kholil, M. Fil.I , Dr. H. Nasrullah, M.Th.I , “Studi Al-Quran Dan Hadis” (UIN-Maliki Press 2014)
            Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, “Maqashid Syariah” Diterbitkan Oleh AMZAH, Dicetak oleh Sinar Grafika Offset.
            Drs. H. Munzier Suparta, MA. , H. Harjani Hefni, Lc., MA. “Metode Dakwah” Kencana. 2006. 0019 Edisi Revisi, Cetakan Ke-2



[1] Drs. H. Munzier Suparta, MA. , H. Harjani Hefni, Lc., MA. “Metode Dakwah” Kencana. 2006. 0019 Edisi Revisi, Cetakan Ke-2
[2] Drs. H. Munzier Suparta, MA. , H. Harjani Hefni, Lc., MA. “Metode Dakwah” Kencana. 2006. 0019 Edisi Revisi, Cetakan Ke-2
[3] Drs. H. Munzier Suparta, MA. , H. Harjani Hefni, Lc., MA. “Metode Dakwah” Kencana. 2006. 0019 Edisi Revisi, Cetakan Ke-2
[4] Drs. H. Munzier Suparta, MA. , H. Harjani Hefni, Lc., MA. “Metode Dakwah” Kencana. 2006. 0019 Edisi Revisi, Cetakan Ke-2
[5] Dr.Hj. Umi Sumbalah, M.Ag , Akhmad Kholil, M. Fil.I , Dr. H. Nasrullah, M.Th.I , “Studi Al-Quran Dan Hadis” (UIN-Maliki Press 2014)
[6] Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, “Maqashid Syariah” Diterbitkan Oleh AMZAH, Dicetak oleh Sinar Grafika Offset.
[7]   Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, “Maqashid Syariah” Diterbitkan Oleh AMZAH, Dicetak oleh Sinar Grafika Offset.
[8] Dr.Hj. Umi Sumbalah, M.Ag , Akhmad Kholil, M. Fil.I , Dr. H. Nasrullah, M.Th.I , “Studi Al-Quran Dan Hadis” (UIN-Maliki Press 2014)


Maliana Binti Rajalan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang , Indonesia

Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah
Fakultas Syariah

No comments:

Post a Comment

Pendidikan Menurut Perspektif Islam

Bagi umat Islam, al-Qur’an berfungsi sebagai penuntun kehidupan menuju jalan yang benar demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan di a...