Islam ialah agama monoteisme terakhir yang
diturunkan oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Islam
adalah agama hanif, lurus, dan diyakini
sebagai penyempurnaan agama-agama sebelumya. Dalam perkembangan agama yang
mutaakhir inilah, manusia kemudian terpecah ke dalam beberapa golongan, yang
secara umum terbagi dua, yakni ateis dan teis. Namun, pada dasarnya kedua
golongan itu menyembah satu Tuhan (monoteis), tetapi dalam symbol, bahasa,
serta caranya berbeda.
لا اكراه في الدين قد تبين الرشد من الغي
(البقرة : 256
Tidak ada paksaan untuk memasuki agama
Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat.
Pemahaman ajaran demikian ini membuat
penganutnya tidak memaksakan keyakinannya kepada orang lain. Membiarkan orang
dengan keyakinannya tanpa merasa beban dan hal ini memberikan pesan yang
toleran kepada orang lain. Toleransi beragama sangat dibutuhkan dalam kehidupan
bernegara. Toleransi ini hanya bias berjalan dengan baik apabila ada saling
mempercayai. Karena toleransi mengandalkan keragaman, menghormati hak orang
lain, melindungi penganut ajaran lain sesuai perjanjian, cinta kasih dan
toleransi jangan diartikan lemah dalam beragama. Sebaliknya hanya mereka yang
memiliki kepercayaan diri akan kebenaran agamanya serta kekuatan ilmu yang bisa
berbuat toleran dan kasih saying pada kelompok lain seperti yang dicontohkan
oleh Rasulullah dan sahabatnya. Begitu
juga dalam menjalankan aktivitas Dakwah Islamiah dikalangan umat masa kini.
Adalah sangat dibutuhkan sifat toleransi di dalam diri da’I dan da’iyah untuk
menghadapi umat yang berbilang bangsa. Masyarakat yang semakin meningkat,
tuntutan yang sudah beragam, membuat dakwah tidak bisa digunakan secara
tradisonal dan metode dakwah itu harus diubahsuai mengikut peredaran waktu dan
disusuli dengan sifat toleransi. Ini adalah kerana masyarakat pada masa kini
itu pemikirannya bisa diluar jangkauan dan juga berbilang pada agamanya. Oleh
itu sebagai seorang Islam, harus bersedia menghadapi pendapat dari sudut
pandangan yang berbeza dari penganut agama yang lainnya agar bisa toleransi
dengan baik dan juga disenangi oleh mereka. Di dalam al-Quran juga ada
menyatakan hal orang-orang yang senantiasa berbeda dan tiada paksaan.
Apa Itu Toleransi ?
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, toleransi
yang berasal dari perkataan “toleran” itu sendiri berarti bersifat atau
bersikap menegang (menghargai, membiarkan, membolehkan) yang berbeda atau
bertentangan dengan pendiriannya. Dalam bahasa Inggeris pula, tolerance artinya
lapang dada, sabar, tahan terhadap dan dapat menerima. Misalnya dalam ungkapan He
shows great tolerance. He is tolerance of what they have done (dia menerima
apa yang telah mereka lakukan).[1]Dalam bahasa arab, toleransi dikatakan
ikhtimal, tasamuh menurut arti bahasa ialah sama-sama berlaku baik, lemah
lembut dan saling memaafkan. Tasamuh dalam pengertian umum adalah suatu sikap
akhlak terpuji dalam pergaulan di mana rasa saling menghargai antara sesama
manusia dalam batas-batas yang digariskan oleh Islam. Dalam komunikasi manusia,
tasamuh dapat dibagi sebagai berikut. 1) Tasamuh antara sesama muslim seperti
saling tolong menolong, saling menghargai, saling menyayangi, dan menjauhkan
perasaan saling curiga-mencurigai. 2) Tasamuh terhadap non-muslim iaitu saling
menghargai hak-hak mereka selaku manusia dan selaku sesama anggota masyarakat dalam sesuatu Negara.[2]
Toleran yang membawa arti membiarkan, tidak
memaksa, suatu budaya toleransi yang belum pernah dikenal oleh Eropa pada abad
pertengahan, dimana umat Yahudi dan Nasrani bebas menjalankan agamanya
masing-masing. Bagaimana pendapat Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam,
mengataka “Kita dapat memastikan bahwa hubungan yang sangat baik antara umat
Islam dan Nasrani karena kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki umat Islam tidak
digunakan secara fanatik untuk memaksa mengubah kepercayaan orang lain kepada
Islam. Islam memandang perbedaan keyakinan
itu sunnatullah (hukum Allah) yaitu Allah jika mengkehendaki bisa saja
menjadi umat yang satu. Berarti keagamaan
di dalam keyakinan merupakan petunjuk bagi kita untuk diuji kebenaran
dan kebaikannya. Inti terdalam dari keberagamaan seseorang
berada pada sikap batin yang secara politis sosiologis, kita memang sering
melihat fenomena pemaksaan atau pembujukan
kepada seseorang untuk memeluk agama tertentu. Tetapi sesungguhnya,
keberagamaan yang sedemikian itu bukanlah keberagamaan yang sejati. Dan karena
tidak sejati maka tiidak akan tahan lama dan tidak mendatangkan ketentraman
serta peningkatan spiritual melainkan mendatangkan kegundahan dan serba
kepura-puraan.
Jadi, sikap menghargai pluralisme adalah
sikap yang natural, logis dan merupakan bagian dari perwujudan tingkat
kedewasaan seseorang dalam menerima kenyataan sejarah. Ajaran Islam itu sendiri
membenarkan dalam perbedaan seperti
firman Allah dalam surah Hud 118-119 :
ولوشآء ربّك لجعل النّاس أمّة وحدة ,
ولايزالون مختلفين
إلاّ من رّحم ربّك, ولذلك خلقهم, وتمّت كلمة
ربّك لأملأنّ جهنّم من الجنّة والنّاس أجمعين.
Jikalau Tuhanmu mengkehendaki, tentu Dia
menjadikan manusia yang satu, tetapi mereka sentiasa berselisih pendapat.
Kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan itulah Allah menciptakan
mereka. Kalimah Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan, sesungguhnya Aku
pasti akan penuhkan neraka jahannam
dengan jin dan manusia (yang derhaka) semuanya.
Maka dengan keberagamaan itu memberikan
kesempatan kepada manusia untuk menguji keimanan yang dipilihnya. Perbedaan
pendapat dalam segala aspek kehidupan merupakan fenomena yang telah lahir dan
akan berkelanjutan bagi kehidupan. Hal ini juga dapat menjadi rahmat apabila
masing-masing saling menghormati pegangan dan saling memberikan yang terbaik
pada kehidupan. Seperti mengajar buta aksara dari agama-agama non-muslim yang
diminta oleh Nabi untuk mengajar kepada orang-orang yang belum pandai membaca.[3]
Namun dalam hal keyakinan mereka dibiarkan tetap seperti yang tertera pada
surah al kafirun ayat 6[4] :
لكم دينكم ولي دين
Bagimu agama kamu, bagiku agamaku
Pentingnya Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama
Toleransi
beragama sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat dan hanya bisa
berjalan dengan baik sekiranya sikap saling mempercayai satu sama lain yaitu
dalam arti kata lainnya ialah mutual trust. Akan tetapi, fungsi mutual trust
sebagai suatu kekuatan untuk mewujudkan
komunitas humanistik (civic community) mengalami kemerosotan yang terjadi
kekuasaan rezim Orde Baru atas nama keragaman agama membatasi kebebasan sipil
dan kebebasan politik. Sememangnya sikap saling mempercayai amat diperlukan
dalam apa jua keadaan dan bukan sahaja diperlukan ketika mana adanya toleransi.
Bisa dirumuskan bahwa dimana ada toleransi di situ juga adanya kepercayaan di
kalangan umat yang beragama. Akan tetapi, jika tidak ada kepercayaan dikalangan
umat akan terjadinya perselisihan yang membawa keburukan pada akhirnya.[5]
Banyaknya
anutan agama dan bangsa yang berbilang (multicultural), maka banyak pula
permasalahan yang ditumbulkan oleh beberapa extrimis dan teroris agama, sebagai
contoh pengeboman terhadap tempat-tempat ibadah, mengutuk kepercayaan orang
lain, melarang pembangunan rumah ibadat, mengekang terhadap kebebasan beragama
dan sebagainya. Berlakunya perkara extrimisme dan terorisme tersebut mejadikan
bahawa betapa pentingnya mewujudkan toleransi dan kerukunan beragama menjadi
pola komunikasi antara warga di dalam sesebuah Negara ataupun kawasan yang
berbilang agama dan bangsa. Dengan sikap toleran itulah diharapkan terciptanya
kerukunan antara warga yang relasinya akan menjadikan dunia yang damai.Pentingnya
toleransi dan kerukunan umat beragama adalah untuk membebaskan warga dari
konflik yang akan menghancurkan umat dan kesatuan dalam menjaga hubungan
manusia sebagai makhluk sosial sekaligus membuka peluang untuk berdakwah. Toleransi antara umat beragama menjadi sangat penting untuk
mempertahankan persatuan dan kesatuan. Jika setiap masyarakat mampu menghargai
setiap perbedaan budaya antar umat beragama, maka bukan tidak mungkin
perselisihan tersebut tidak akan terjadi. Meski kebudayaan yang berbeda tersebut
sering kontras bahkan merupakan hal yang dibenci dan dihindari oleh kebudayaan
agama kita. Namun, perselisihan maupun peperangan bukanlah solusinya.
Berbagai
peristiwa terorisme itu telah mewujudkan betapa toleransi harus menjadi pola
komunikasi antar warga dan negara. Terlepas dari perbedaan agama, suku, etnis,
budaya dan Negara juga status sosial. Dengan sikap toleran inilah diharapkan
terciptanya kerukunan antar warga yang relasinya akan menciptakan dunia yang
damai. Perdamaian dengan tidak pertumpah darahan. Perdamaian dengan tidak
adanya kelompok yang merasa di marjinalkan. Beberapa konflik yang dimulai dari
perselisihan antar umat beragama banyak terjadi di Indonesia. Sebagai contoh
adalah pengeboman yang dilakukan teroris di Bali pada waktu itu. Kejadian
tersebut juga berawal dari perselisihan umat beragama. Kasus lain yaitu
penembakan umat islam yang hendak pergi haji, tawuran antar pelajar yang dipicu
oleh perbedaan agama di Ambon dan masih banyak lagi. Nabi Muhammad saw mengajarkan Islam sebagai
agama kasih sayang dan menolak kekerasan yang dapat memicu konflik, melindungi
minoritas dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya sebagaimana yang
dinyatakan di dalam Piagam Madinah. Merealisasikan toleransi tanpa menjual
keyakinan sebagai ummat Islam pengertiannya adalah akidah yang kita yakini
tidak boleh kabur kerana alasan
toleransi. Toleransi dalam Islam tidak mengenal kompromi dalam akidah. Berarti
ukuran toleransi dalam sikap penganut dapat tegas dan jelas berdasarkan
kebijaksanaan dan keyakinan.
Toleransi Dan Kerukunan Umat Beragama
Dalam Al-Quran
Dalam
Islam, tidak ada ayat al-Quran dan hadis yang mengobarkan semangat kebencian,
permusuhan, pertentangan, atau segala bentuk perilaku yang negatif, represif
yang mengancam stabilitas dn kualitas kedamaian hidup. Ironisnya, hingga kini
masih saja muncul kekerasan yang mengatasnamakan agama. Karena itu, diperlukan
suatu rumusan yang tepat untuk membangun system kehidupan yang damai. Rumusan
itulah yang ada dalam gagasan pluralism, yang menjadi dasar bagi kerukunan dan
hubungan baik intern maupun antar umat beragama. Menurut
buku Maqashid Syariah karya Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Islam menjaga hak dan
kebebasan, dan kebebasan yang pertama adalah kebebasan berkeyakinan dan
beribadah. Setiap pemeluk agama berhak ke atas agama dan mazhabnya. Ia tidak
boleh dipaksa untuk meninggalkannya menuju agama atau mazhab lain, juga tidak
boleh ditekan untuk berpindah dari keyakinannya untuk masuk Islam. Dasar hak
ini sesuai firman Allah :
أفأنت تكراه الناسّ حتّى يكونوا مؤ منين .
Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi
orang-orang yang beriman semuanya? (QS Yunus (10):99)
Al-Quran
memberikan apresiasi bahawa masyarakat dunia terdiri dari beragam komunitas
yang memiliki kehidupan masing-masing dan mereka harus menerima kenyataan akan
keragaman sehingga mampu memberikan toleransi. Atas semua peristiwa atau
kejadian yang telah terjadi, al-Quran
tetap menolak segala bentuk pemaksaan dan sering menganjurkan toleransi kerana
orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Maka Dia akan membukakan dan menerangi
mata hatinya, lalu orang tersebut akan masuk Islam dengan bukyi dan hujah.
Barangsiapa yang hatinya dibutakan, pendengaran, dan penglihatannya ditutup
oleh Allah. Maka tidak ada gunanya mereka masuk Islam dalam keadaan paksa,
sebagaimana kata Ibnu Katsir.[6]
Perbedaan
di antara umat manusia dalam pandangan Islam, bukanlah warna kulit dan bangsa
akan tetapi tergantung pada ketakwaan masing-masing. Seperti dalam firman Allah
dalam Surah Al-Hujurat ayat 13 :
قلت الاعراب آمنّا, قل لّم تؤ منوا و لكن
قولوا اسلمنا ولمّا يدخل الإيمان في قلوبكم, وان تطيعوا الله ورسوله لا يلتكم من
اعمالكم شيأً, إنّ ألله غفور رّحيم.
Wahai manusia! Sungguh Kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan , dan kemudian kami
jadikan kamu berbang-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenali.
Sungguh, yang paling mulia itu di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa, Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha teliti
Argumentasi-argumentasi
inilah yang menjadi dasar normatif dalam perspektif Islam tentang kesatuan umat
manusia, yang akan mendorong berkembangnya solidaritas antar umat manusia
(ukhwah Insaniyah atau ukhwah bashariyyah). Al-Quran memberikan
apresiasi bahawa masyarakat dunia terdiri dari beragam komunitas yang memiliki
kehidupan masing-masing dan mereka harus menerima kenyataan akan keragaman
sehingga mampu memberikan toleransi. Perspektif teologi Islam tentang kerukunan
hidup antar agama, didasarkan pada esensi ajaran yang memandang manusia dan
kemanusiaan secara positif dan optimistis. Menurut Islam, manusia berasal dari
satu asal yang sama, yakni keturunan Adam dan Hawa. Dalam
etika sesama manusia sangat dianjurkan untuk menjaga keselamatan sesama manusia,
saling mengasihi dan menghargai, dan karena pertikaian dan permusuhan dilarang
dalam Islam. Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surah Ali-Imran ayat 134 :
الّذين ينفقون في السّرّاء والضّرّاء
والكاظمين الخيظ والعافين عن الناس , والله يحب المحسنين
(yaitu) orang yang berinfak,
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat
kebaikan.
Hal ini banyak membuktikan dalam al-Quran
bahwa toleransi dan kerukunan umat beragama amatlah dititik beratkan. Ini
adalah kerana dalam kehidupan seharian sanagt memerlukan yang namanya toleransi
dan juga ini adalah sebahagian hal yang penting utnuk mengekalkan keamanan
manusia sejagat di suatu tempat. Islam mengajarkan bahawa agama Tuhan adalah
universal karena Tuhan telah mengutus Rasul untuk setiap umat manusia. Islam
memerintahkan umatnya untuk menjaga hubungan baik dengan komunitas agama lain,
khususnya komunitas Ahl al-Kitab.[7]
Toleransi Dan Kerukunan Umat Beragama
Dalam Hadis
Dalam
hadis disebutkan bahawa Islam mengharuskan umatnya berbuat baik dan menghormati
hak-hak tetangga tanpa membedakan agama tetangga tersebut. Sikap menghormati
itu dihubungkah dengan iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir. Ada juga
hadis yang menyatakan bahwa barangsiapa yang menyakiti kelompok dzimmi berarti
ia menyakiti Rasulullah. Bentuk relasi dan interaksi positif antara Islam dan
ahl al-Kitab dapat dilihat dari aspek-aspek yang mencakup hal berikut:
a Nabi pernah memberikan
penghormatan dengan berdiri terhadap jenazah seorang Yahudi.
“Diriwatkan dari Jarbi bin Abdillah r.a dia
berkata, “Suatu ketika dia lewat dihadapan kami orang-orang yang membawa
jenazah seorang Yahudi. Nabi SAW lalu berdiri dan kami pun segera mengikutinya.
Setelah itu, kami berkata, “Wahai Rasulullah. Sesungguhnya jenazah yang lewat
itu tadi adalah jenazah seorang Yahudi.” Rasulullah kemudian menjawab: Jika
kamu sekalian melihat orang sedang lewat membawa jenazah, maka berdirilah!”
Para sahabat memiliki persepsi yang
berbeda-beda dalam menjelaskan tentang alasan yang melatarbelakangi Nabi
berdiri saat menyaksikan jenazah seorang Yahudi. Nabi mengunjungi anak seorang
Yahudi yang sedang tertimpa musibah.
“Diriwayatkan dari Anas r.a, dia berkata:
Ada seorang anak kecil Yahudi yang bekerja membantu Nabi SAW menderita sakit.
Maka Nabi SAW menjenguknya dan duduk di sisi kepalanya lalu bersadba: Masuklah
Islam. Anak kecil itu memandang kepada bapaknya yang berada di dekatnya, lalu
bapaknya berkata: Taatilah Abu Al-Qasim SAW. Maka anak kecil itu masuk Islam.
Kemudian Nabi SAW keluar sambil bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah
menyelamatkan anak itu dari neraka”
Hadis di atas mengandungi beberapa
pemahaman iaitu, 1) Kebolehan bagi umat Islam meminta bantuan kepada orang
musyrik serta mengunjunginya ketika ia sakit. 2) Keberislaman anak kecil
dianggap sah, sehingga jika ia telah mencapai usia baligh kemudian ia kafir dan
meninggal dalam keadaan kafir maka ia akan disiksa. 3) Jawapan Nabi atas sapaan
salam Yahudi
“Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa
orang-orang Yahudi datang menemui Nabi SAW lalu mereka mengucapkan al samu
‘alayka (kecelakaan atau racun buatmu), maka aku - Aisyah – melaknat mereka.
Beliau bertanya: mengapa engkau berbuat begitu. Aku jawab: Apakah engkau tidak
mendengar apa yang mereka ucapkan? Beliau menjawab: Apakah engkau tidak
mendengar apa yang aku katakan? (Aku katakana kepada mereka): wa’alaikum (namun
juga buat kalian)
Terdapat pemahaman yang berbeda di kalangan
para ulama dalam memahami hadis di atas. Mayoritas ulama salaf dan para fuqaha
memahami hadis tersebut menyatakan bahawa orang Muslim tidak diperbolehkan
mendahului mengucapkan salam kepada Ahl al-Kitab. Terdapat penilaian sekolompok umat Islam,
bahwa salam dengan al-salam ‘alaykum merupakan salam khas untuk umat Islam
sahaja. Hal ini berbeda dengan cara pandang para eksponan pluralisme agama.
Menurut mereka, salam merupakan bentuk
ungkapan doa keselamatan. Keselamatan itu tidak hanya terbatasi pada umat Islam tetapi juga
pada untuk umat agama lain.
Dalam As-Sirah, Ibnu Ishaq mengatakan,
‘Saat para utusan penduduk Najran (yang beragama Nasrani) menghadap kepada
Rasulullah di Madinah, mereka masjid beliau setelah waktu asar yang merupakan
waktu solat mereka. Lantas mereka berdiri ddan melaksanakan solat di masjid
beliau. Lalu orang-orang (para sahabat Nabi) ingin mencegah mereka namun
Rasulullah saw berkata,”Biarkan mereka,” kemudian para utusan itu menghadap kea
rah timur dan melaksanakan solat ala mereka.”Mengenai harta benda, Abu Ubaid
menceritakan dari Said Bin Al-Musayyab, “Rasulullah bersedekah kepada ahlul
bait yang beragama Yahudi, maka sedekah berlaku untuk mereka”. Imam Al-Bukhari
juga mengatakan, “Nabi saw wafat, dan baju perangnya dalam keadaan digadaikan
kepada seorang yahudi untuk nafkah keluarganya. Paahal sangat mungkin sekali
Rasulullah meminjam dari para sahabat, dan para sahabat disini juga bukan
berlaku kikir kepada beliau, namun hal ini dilakukan oleh beliau semata agar
umatnya mengetahui.”
Maka
jelaslah toleransi Islam dalam interaksinya yang baik, muamalahnya yang lembut,
perhatian mengenai hubungan dengan tetangga, dan juga toleran dalam masalah
perasaan kemanusiaan yang besar yakni dengan kebaikan, rahmat, dan kemurahan
hati. Ini merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berbuat baik dan berlaku adil merupakan dua hal yang berbeda dan yang harus
dilakukan oleh seorang muslim kepada ahli kitab. Orang-orang non-Muslim juga
memiliki kedudukan khusus dalam muamalah dan undang-undang ataupun peraturan.
Kesimpulan
Manusia tidak mungkin bisa merealisasikan
tujuan dan sasarannya melainkan semua unsur perkembangan terpenuhi, dan dia
menggunakan dan mengambil hak-haknya secara sempurna. Hak-hak pertama yang
dijamin oleh Islam ialah hak hidup, hak memiliki, hak mendapatkan perlindungan
kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, dan juga hak untuk belajar. Seperti
dalam firman Allah SWT dalam Al-Isra
ayat 70 :
و لقد كرّمنا بني
ءادم وحملنهم في البرّ والبحر ورزقنهم مّن
الطّيّبت وفضّلنهم علي كثير ممّن خلقنا تفضيلاً
Dan sesungguhnya telah
Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami
beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atau kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Hak-hak di atas merupakan hak yang
wajib didapatkan seseorang tanpa melihat warna kulit, agama, jenis kelamin,
kebangsaan, dan status sosialnya. Hal ini menunjukkan bahwa kita iaitu umat
Islam dan umat agama yang lain mempunyai hak yang sama dalam mendaptkan sesuatu
perkara. Ini juga menunjukkan toleransi dan kerukunan umat beragama diseluruh
dunia. Kerana toleransi mengandalkan
keragaman, menghormati hak-hak orang lain, melindungi penganut ajaran yang lain
sesuai dengan perjanjian, cinta kasih dan toleransi jangan diartikan lemah di dalam
beragama. Sebaliknya hanya mereka yang
memiliki kepercayaan diri akan kebenaran
agamnya serta kekuatan ilmu yang bisa berbuat toleran dan kasih sayang pada
kelompok lain seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat
baginda.
Kalau mereka lemah secara ekonomi,
mari kita bantu. Kalau mereka mereka lupa, mari kita ingatkan, kalau mereka
tersisih dan terlupakan mari kita tengok dan kita rangkul apabila kondisi
masyarakat yang terjadi seperti ini. Oleh sebab itu, sikap In-toleransi, keras
kepala, memaksa, degil, selalu tidak menerima hasil kesepakatan, merasa kalah
dan rendah apabila pendapat orang lain diterima adalah suatu ciri yang tidak
dewasa dalam sikap beragama. Usaha mewujudkan komunitas
masyarakat beragama yang mengamalkan toleransi dan kerukunan umat beragama
tentunya adalah dengan memantapkan sebuah pekerjaan yang menuntut adanya
pemahaman keilmuan yang mendalam baik secara teoritis maupun terapan. Dengan
adanya pengajaran keilmuan yang diterapkan kepada seluruh komunitas masyarakat
dunia, pastinya kita akan hidup dalam keadaan harmoni dan setiap umat tersebut
pasti merasa nyaman ketika hidup dalam perbedaan.
Tafsir Al-Quran
“al-Mumayyaz”
Dr.Hj. Umi Sumbalah, M.Ag , Akhmad Kholil, M. Fil.I , Dr. H. Nasrullah,
M.Th.I , “Studi Al-Quran Dan Hadis” (UIN-Maliki Press 2014)
Ahmad
Al-Mursi Husain Jauhar, “Maqashid Syariah” Diterbitkan Oleh AMZAH,
Dicetak oleh Sinar Grafika Offset.
Drs.
H. Munzier Suparta, MA. , H. Harjani Hefni, Lc., MA. “Metode Dakwah”
Kencana. 2006. 0019 Edisi Revisi, Cetakan Ke-2
[1] Drs. H. Munzier Suparta, MA. , H. Harjani
Hefni, Lc., MA. “Metode Dakwah” Kencana. 2006. 0019 Edisi Revisi, Cetakan Ke-2
[2] Drs. H.
Munzier Suparta, MA. , H. Harjani Hefni, Lc., MA. “Metode Dakwah” Kencana.
2006. 0019 Edisi Revisi, Cetakan Ke-2
[3] Drs. H.
Munzier Suparta, MA. , H. Harjani Hefni, Lc., MA. “Metode Dakwah” Kencana.
2006. 0019 Edisi Revisi, Cetakan Ke-2
[4] Drs. H.
Munzier Suparta, MA. , H. Harjani Hefni, Lc., MA. “Metode Dakwah” Kencana.
2006. 0019 Edisi Revisi, Cetakan Ke-2
[5] Dr.Hj.
Umi Sumbalah, M.Ag , Akhmad Kholil, M. Fil.I , Dr. H. Nasrullah, M.Th.I ,
“Studi Al-Quran Dan Hadis” (UIN-Maliki Press 2014)
[6] Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar,
“Maqashid Syariah” Diterbitkan Oleh AMZAH, Dicetak oleh Sinar Grafika Offset.
[7] Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, “Maqashid
Syariah” Diterbitkan Oleh AMZAH, Dicetak oleh Sinar Grafika Offset.
[8] Dr.Hj.
Umi Sumbalah, M.Ag , Akhmad Kholil, M. Fil.I , Dr. H. Nasrullah, M.Th.I ,
“Studi Al-Quran Dan Hadis” (UIN-Maliki Press 2014)
Maliana Binti Rajalan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang , Indonesia
Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah
Fakultas Syariah
No comments:
Post a Comment