Pada hakekatnya manusia
adalah makhluk sosial. Terbukti dengan berbagai penemuan sejarah bahwa manusia
hidup dalam berkelompok. Cara hidup yang berbeda-beda membuat manusia memiliki
nilai akreditas terbaik daripaa makhluk lain di bumi. Terbentuknya variasi
semacam ini bukan hanya sekedar kebetulan semata, melainkan dibutuhkannya
kecerdasan mental dalam pengolahan dan penyikapannya. Kedua hal ini berkembang dan
dinamakan sebagai ilmu bagi manusia. Namun, mengenai hakekat ilmu itu sendiri
masih dipertentangkan apakah bersifat relatif ataukah absolut. Terlebih
daripada itu, kebenaran esensi ilmu tersendiri timbul berdasarkan penyifatan
yang telah disepakati oleh manusia. Rasionalitas, manusiawi dan empirik adalah
diantaranya sifat dalam ilmu itu sendiri.
Maka penulisan di bawah ini akan lebih memperjelas mengenai Ilmu
dan Ilmuan serta tanggungjawab ilmuwan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga penemuan benar tidaknya mengambil satu pilihan berdasarkan
argumen yang telah tersedia dalam tulisan.
Definisi Ilmuwan dan Kedudukan Ilmuwan
dalam Al-Quran
Kemajuan ilmu pengetahuan ternyata telah
banyak membawa perubahan kepada kehidupan manusia, baik dalam cara berfikir, sikap,
gaya hidup, atau tingkah laku. Dari sudut dimensi yang lainnya, kemajuan ilmu
pengetahuan telah membuat kehidupan manusia lebih sempurna dalam menguasai,
mengolah, dan mengelola alam untuk kepentingan dan kesejahteraan hidupnya.[1] Ilmu
pengetahuan atau biasa saja disebut dengan sains, secara singkat dan sederhana
dapat didefinisikan sebagai “Himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan
melalui suatu proses pengkajian secara empirik dan dapat diterima oleh rasio”.[2] Ilmu , yaitu sains, atau ilmu pengetahuan
adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi
ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi
lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir
lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah
produk dari epistemologi. Banyak istilah yang digunakan di dalam al-Quran untuk menyebut
ilmuwan atau cendekiawan antara lainnya ialah Ulama, Ulu al-Nuha, Ulu al-Ilmi,
Ulu Al-Abshar, dan Ulu Al-Albab. Secara umumnya, keberadaan mereka dalam Islam adalah
sebagai orang yang memiliki ilmu dan dapat berbuat atau beramal lebih daripada yang lainnya.
Kedudukan mereka dan karakternya banyak dijelaskan dalam ayat-ayat al-Quran
antara lainnya ialah :
يرفع الله الذين امنوا والذين أوتوا العلم
درجات
Artinya: “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang
yang diberi ilmu pengetahuan”
Al-Mujadalah
: 11
إنّما يخشى الله من عباده العلماء
Artinya : “sesungguhnya yang takut (bertanggungjawab) kepada Allah
dari kalangan hamba-Nya ialah kaum Alim Ulama (Ilmuwan dan Intelektual)”
Al-Fatir
: 28
و تلك الأمثال نضربهالنّاس وما يعقلها الاّ العالمون
Artinya : “Dan perumpamaan itulah Kami berikan kepada seluruh umat
manusia, tetapi tidaklah dapat memahami melainkan orang-orang yang berilmu
pengetahuan”
Al-Ankabut
: 43
Dalam ayat terakhir ini, Allah menegaskan bahawa hamba yang mampu
membuka rahasia alam semesta hanyalah Alim Ulama atau ilmuwan muslim. Selain
mereka, tidaklah akan dapat memahami semua itu secara tuntas dan utuh. Memahami secara utuh dan tuntas di sini,
bahwa penemuan-penemuan dari hasil renungan, penyelidikan dan pengamatan
terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah berupa realitas objektif yang terdapat di
seluruh kosmos dan ditujukan untuk menambah kebenaran dan iman kepada Allah
yang menciptakannya. Betapa tingginya kedudukan para ulama atau ilmuwan muslim
dalam pandangan Islam. Bahkan dalam hadis nabi disebutkan bahwa mereka
disamakan dengan derajat nabi atau minimalnya dijadikan sebagai ahli warisnya.[3]
العلماء ورثه الأنبياء (رواه أبو داود و الترمذى)
Artinya:
“Para alim ulama (ilmuwan) itu adalah waris Nabi.”
Hadis
Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi
Bagaimana
perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan? Ilmu pengetahuan diperintahkan oleh
Rasulullah SAW. Untuk dicari, tanpa mengenal batas waktu sejak lahir sehingga
mati. Di mana saja, sekalipun sampai di negeri Cina bahwa mencari ilmu wajib
bagi setiap peribadi muslim. Selain Kedudukan Ulama
sebagaimana penjelasan ayat dan hadis di atas, kedudukan mereka dalam agama
berikut di hadapan umat, merupakan permasalahan yang menjadi bagian dari agama.
Mereka adalah orang-orang yang menjadi penyambung umat dengan Rabbnya, agama
dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka adalah sederetan orang
yang akan menuntun umat kepada cinta dan ridha Allah, menuju jalan yang
dirahmati yaitu jalan yang lurus. Oleh karena itu, ketika seseorang melepaskan
diri dari mereka berarti dia telah melepaskan dan memutuskan tali yang kokoh
dengan Rabbnya, agama dan Rasul-Nya.
Tanggung jawab seorang ilmuwan muslim terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan
Rasulullah SAW menjelaskan
bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai tanggung jawab, dan ia akan dimintai
pertanggung jawaban atas ilmu yang dimilikinya. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الأَسْلَمِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ
القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ
فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ
جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ» (رواه الترمذي، وقال : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
[2417
Dari Abu Barzah
Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak bergeser kedua telapak
kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya tentang umurnya; dalam
hal apa ia menghabiskannya, tentang
ilmunya; dalam hal apa ia berbuat, tentang hartanya; dari mana ia
mendapatkannya dan dalam hal apa ia membelanjakannya, dan tentang pisiknya;
dalam hal apa ia mempergunakannya”. (HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini
hadits hasan shahih”, hadits no. 2417).
DR. Yusuf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh
sisi tanggung jawab seorang ilmuwan muslim, yaitu: 1) Bertanggung jawab dalam
hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap ada (tidak hilang), 2)
Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar ilmu itu
menjadi meningkat, 3) Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu
berbuah, 4) Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang
mencarinya, agar ilmu itu menjadi bersih (terbayar zakatnya), 5) Bertanggung
jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar manfaat ilmu itu
semakin luas, 6) Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi
dan memikulkan agar mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan
pertama sekali, 7) Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah
SWT semata, agar ilmu itu diterima oleh Allah SWT.
Menurut pendapat saya, Sejatinya ilmu pengetahuan digunakan untuk mempermudah kegiatan
manusia dalam melakukan aktifitas dan kegiatannya. Ilmu pengetahuan
merupakan produk dari kebudayaan enlightenment, pencerahan. Ilmu pengetahuan
digunakan sebagai sarana mempermudah manusia mencapai dan mendapatkan tujuan
hidupnya. Selain itu, ilmu pengetahuan juga berfungsi sebagai fasilitator.
Fasilitator yang berupa sandaran untuk melakukan sesuatu. Karena ilmu
pengetahuan adalah jembatan bagi manusia untuk mempermudah mendapatkan
keinginannya dan manusia dapat berbuat banyak. Segala kegiatan ada
konsekuensinya, begitu juga dengan kegiatan dalam perkembangan ilmu pengetahun
ini. Karena sekarang, kita harus menyasuaikan diri dengan kemajuan ilmu, bukan
ilmu yang berkembang seiring perkembangan manusia. Ilmu pengetahuan banyak
melupakan faktor manusia. Selain menimbulkan gejala dehumanisme juga mengubah
hakikat kemanusiaan. Karena itulah peran dari para ilmuan dalam menyikapi hal
ini sangat dibutuhkan.
Peran ilmuwan itu
antara lain, mereka harus peka terhadap perubahan sosial dan berupaya mencari
jalan keluar dari permasalahan tersebut. Mereka juga bertanggung jawab terhadap
hasil penelaahan penelitian agar bermanfaaat bagi masyarakat. Teori adanya
komunikasi antar warga dapat menjadi acuan untuk menerapakan masyarakat yang
bebas juga dapat diterapkan. Seorang ilmuan harus membuka diri pada fakta-fakta
baru dan mencoba berusaha memahaminya demi kebahagiaan umat manusia. Meraka
juga harus mempunyai rasa iba yang merupakan implikasi dari rasa cinta yaitu
berusaha untuk benar-benar memahami penderitaan agar mampu menyembuhkannya. Ilmuwan harus bisa melibatkan diri, selain dalam proses
spesialisasi juga dalam seluruh proses self-understanding masyarakat. Dalam
rangka ini ilmuwan harus dapat mengintegrasikan kebudayaan teknik dengan
kepribadian kultural. Tanggung jawab yang utama dari seorang ilmuan bagi dirinya
sendiri, ilmuwan lain, dan masyarakat adalah menjamin kebenaran dan
keterandalan pernyataaan-pernyataan ilmiah yang dibuatanya dan dapat dibuat
oleh ilmuwan yang lainnya. Sebagai seorang yang dianggap lebih oleh masyarakat
bahkan ilmuwan lain tidak boleh memberikan atau memalsukan data. Mereka hanya
memberikan pengetahuan sumbangan pengetahuan baru yang benar yang sudah ada
walaupun ada banyak tekanan untuk tidak melakukan itu, karena tanggung jawab
batiniahnya adalah memerangi ketidaktahuan, prasangka, dan takhayul di kalangan
manusia dalam alam semesta ini.
Context of Justification merupakan konteks pengujian ilmiah
terhadap hasil penelitian dan kegiatan alamiah berdasarkan kategori dan
kriteria yang murni ilmiah. Nilai kebenaran adalah yang satu-satunya nilai yang
berlaku dan dipertimbangakan. Hubungan antara COJ dengan tanggung jawab ilmuwan
adalah, hakikatnya konsekuensi dalam kegiatan penelitian harus mempertimbangkan
beberapa hal, antara lain rasionalitas atau berkaitan dengan nilai kebenaran,
berkaitan dengan ilmu-ilmu empiris, penilaian hasil kegiatan ilmiah hanya
didasarkan pada keberhasilan dan kegagalan empiris. Dilihat dari dua kriteria
tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan pengetahuan kepada khalayak
umum, para ilmuwan harus se-objektif mungkin sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.[4] Para ilmuwan akan selalu dapat
mengembangkan ilmunya lebih lanjut, karena ilmu bukan ibarat sebuah rumah dengan dasar abadi yang
sepanjang sejarah hanya dilengkapi dengan tingkattingkat baru. Struktur
ilmu bahkan apa yang disebut pokok ilmu mengalami perubahan, dimana
pendapat ini berdasarkan dua segi peneropongan dalam
penyelidikan. Pertama: Sejarah
mengenai. penyelidikan ilmu-ilmu membawa kita kepada pengertian bahwa bagi ilmu
yang sama, arti istilah yang dipergunakan berbedabada pada waktu yang
berlainan. Sebagai contoh arti lurus untuk geometri euklidis dan geometri
nereuklidis, psikologi klasik behavioristis dan psikologi masa kini dan seterusnya.
Kedua, karena pengaruh antropologi budaya, sejarah kebudayaan
dan sejarah ide-ide, maka timbul apa yang baru disebut sebagai
ilmu baru yang disebut"Kulturologi"[5]
Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan
ilmu sekurang-kurangnya berdimensi religious atau etis dan social. Pada
intinya, dimensi religious atau etis seorang ilmuwan hendaknya tidak melanggar
kepatutan yang dituntut darinya berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang
ditekuninya. Sedangkan dimensi sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan
berlaku jujur, mengakui keterbatasannya bahkan kegagalannya, mengakui temuan
orang lain, menjalani prosedur ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam
dunia keilmuan atau mengkomunikasikan hal baru dengan para sejawatnya atau
kajian pustaka yang sudah ada untuk mendapatkan konfirmasi, menjelaskan
hasil-hasil temuannya secara terbuka dan sebenar-benarnya sehingga dapat
dimengerti orang lain sebagaimana ia juga memperoleh bahan-bahan dari orang
lain guna mendukung teori-teori yang dikembangkannya. Karena tanggung jawab
ilmuwan merupakan ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda,
apalagi tergelincir untuk menyalahgunakan ilmu.[6]
Yang harus menjadi fokus utama dari seorang ilmuwan dalam menetapkan
konteks mana yang penting dan harus diperhatikan adalah dengan melihat beberapa
aspek dari konsekuensi setiap konteks. Namun yang paling harus diperhatikan
oleh ilmuwan adalah context of discovery karena dalam konteks ini,
diperhitungkan apakah ilmu itu berguna atau tidak. Sedangkan dalam context of
justification, segala kriteria kebenarannya tidak bisa dibantah dan dianggap
benar.
Kesimpulan
Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.Ilmu bukan sekadar
pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan
teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Ilmuwan ialah orang yang bekerja dan
mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan sungguh-sungguh. . Ilmuwan adalah
sebuah profesi atau gelar dalam cakupan professional karena sudah mengabdiakn
dirinya pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang
lebih komprehensif tentang alam semesta, fenomena fisika, matematis dan
kehidupan sosial.
Diantara tanggung jawab ilmuan, yaitu:
Pertama, Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar
manfaat ilmu itu semakin luas. Kedua, Menjamin kebenaran dan keterandalan
pernyataaan-pernyataan ilmiah yang dibuatanya dan dapat dibuat oleh ilmuwan
yang lainnya.
Tafsir Al-Quran ‘Al-Mumayyaz’
Dr.
H. Ali Anwar Yusuf, MSi , “Islan Dan Sains Modern” CV PUSTAKA SETIA, 2006
Joko
Winarto, Jurnal “Tugas dan
Tanggungjawab Ilmuan”
Juwariyah, “ISLAM DAN FILSAFAT ILMU DALAM
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN”
Rudyanto “Jurnal Tanggungjawab Ilmuwan”
[2] Dr. H. Ali Anwar Yusuf, MSi , “Islan
Dan Sains Modern” CV PUSTAKA SETIA, 2006, Halaman 279.
[4] Rudyanto “Jurnal Tanggungjawab
Ilmuwan”
[5] Juwariyah, “ISLAM DAN FILSAFAT
ILMU DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN”
[6] Joko Winarto, Jurnal “Tugas dan Tanggungjawab Ilmuan”
Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah
Maliana Binti Rajalan
(Filsafat Ilmu)
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang, Indonesia
Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah
Fakultas Syariah
No comments:
Post a Comment