Tuesday, February 21, 2017

Tanggungjawab Muslim terhadap Pengembangan Ilmu Pengetahuan


 Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. Terbukti dengan berbagai penemuan sejarah bahwa manusia hidup dalam berkelompok. Cara hidup yang berbeda-beda membuat manusia memiliki nilai akreditas terbaik daripaa makhluk lain di bumi. Terbentuknya variasi semacam ini bukan hanya sekedar kebetulan semata, melainkan dibutuhkannya kecerdasan mental dalam pengolahan dan penyikapannya. Kedua hal ini berkembang dan dinamakan sebagai ilmu bagi manusia. Namun, mengenai hakekat ilmu itu sendiri masih dipertentangkan apakah bersifat relatif ataukah absolut. Terlebih daripada itu, kebenaran esensi ilmu tersendiri timbul berdasarkan penyifatan yang telah disepakati oleh manusia. Rasionalitas, manusiawi dan empirik adalah diantaranya sifat dalam ilmu itu sendiri.

Maka penulisan di bawah ini akan lebih memperjelas mengenai Ilmu dan Ilmuan serta tanggungjawab ilmuwan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga penemuan benar tidaknya mengambil satu pilihan berdasarkan argumen yang telah tersedia dalam tulisan.



Definisi Ilmuwan dan Kedudukan Ilmuwan dalam Al-Quran

            Kemajuan ilmu pengetahuan ternyata telah banyak membawa perubahan kepada kehidupan manusia, baik dalam cara berfikir, sikap, gaya hidup, atau tingkah laku. Dari sudut dimensi yang lainnya, kemajuan ilmu pengetahuan telah membuat kehidupan manusia lebih sempurna dalam menguasai, mengolah, dan mengelola alam untuk kepentingan dan kesejahteraan hidupnya.[1] Ilmu pengetahuan atau biasa saja disebut dengan sains, secara singkat dan sederhana dapat didefinisikan sebagai “Himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses pengkajian secara empirik dan dapat diterima oleh rasio”.[2] Ilmu , yaitu sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

            Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi. Banyak istilah yang digunakan di dalam al-Quran untuk menyebut ilmuwan atau cendekiawan antara lainnya ialah Ulama, Ulu al-Nuha, Ulu al-Ilmi, Ulu Al-Abshar, dan Ulu Al-Albab. Secara umumnya, keberadaan mereka dalam Islam adalah sebagai orang yang memiliki ilmu dan dapat berbuat  atau beramal lebih daripada yang lainnya. Kedudukan mereka dan karakternya banyak dijelaskan dalam ayat-ayat al-Quran antara lainnya ialah :

يرفع الله الذين امنوا والذين أوتوا العلم درجات
Artinya: “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu pengetahuan”
                                                                        Al-Mujadalah : 11


إنّما يخشى الله من عباده العلماء
Artinya : “sesungguhnya yang takut (bertanggungjawab) kepada Allah dari kalangan hamba-Nya ialah kaum Alim Ulama (Ilmuwan dan Intelektual)”

                                                                                                       Al-Fatir : 28

و تلك الأمثال نضربهالنّاس وما يعقلها الاّ العالمون
Artinya : “Dan perumpamaan itulah Kami berikan kepada seluruh umat manusia, tetapi tidaklah dapat memahami melainkan orang-orang yang berilmu pengetahuan”
                                                                        Al-Ankabut : 43
           

Dalam ayat terakhir ini, Allah menegaskan bahawa hamba yang mampu membuka rahasia alam semesta hanyalah Alim Ulama atau ilmuwan muslim. Selain mereka, tidaklah akan dapat memahami semua itu secara tuntas dan utuh.  Memahami secara utuh dan tuntas di sini, bahwa penemuan-penemuan dari hasil renungan, penyelidikan dan pengamatan terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah berupa realitas objektif yang terdapat di seluruh kosmos dan ditujukan untuk menambah kebenaran dan iman kepada Allah yang menciptakannya. Betapa tingginya kedudukan para ulama atau ilmuwan muslim dalam pandangan Islam. Bahkan dalam hadis nabi disebutkan bahwa mereka disamakan dengan derajat nabi atau minimalnya dijadikan sebagai ahli warisnya.[3]

العلماء ورثه الأنبياء (رواه أبو داود و الترمذى)
Artinya: “Para alim ulama (ilmuwan) itu adalah waris Nabi.”

                                                            Hadis Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi

            Bagaimana perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan? Ilmu pengetahuan diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Untuk dicari, tanpa mengenal batas waktu sejak lahir sehingga mati. Di mana saja, sekalipun sampai di negeri Cina bahwa mencari ilmu wajib bagi setiap peribadi muslim. Selain Kedudukan Ulama sebagaimana penjelasan ayat dan hadis di atas, kedudukan mereka dalam agama berikut di hadapan umat, merupakan permasalahan yang menjadi bagian dari agama. Mereka adalah orang-orang yang menjadi penyambung umat dengan Rabbnya, agama dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka adalah sederetan orang yang akan menuntun umat kepada cinta dan ridha Allah, menuju jalan yang dirahmati yaitu jalan yang lurus. Oleh karena itu, ketika seseorang melepaskan diri dari mereka berarti dia telah melepaskan dan memutuskan tali yang kokoh dengan Rabbnya, agama dan Rasul-Nya.


Tanggung jawab seorang ilmuwan muslim terhadap pengembangan ilmu pengetahuan

  Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai tanggung jawab, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang dimilikinya. Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الأَسْلَمِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ» (رواه الترمذي، وقال : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ [2417
            Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak bergeser kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya tentang umurnya; dalam hal apa ia menghabiskannya,  tentang ilmunya; dalam hal apa ia berbuat, tentang hartanya; dari mana ia mendapatkannya dan dalam hal apa ia membelanjakannya, dan tentang pisiknya; dalam hal apa ia mempergunakannya”. (HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini hadits hasan shahih”, hadits no. 2417).

             DR. Yusuf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang ilmuwan muslim, yaitu: 1) Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap ada (tidak hilang), 2) Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar ilmu itu menjadi meningkat, 3) Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu berbuah, 4) Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang mencarinya, agar ilmu itu menjadi bersih (terbayar zakatnya), 5) Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar manfaat ilmu itu semakin luas, 6) Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan memikulkan agar mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan pertama sekali, 7) Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT semata, agar ilmu itu diterima oleh Allah SWT.

          Menurut pendapat saya, Sejatinya ilmu pengetahuan digunakan untuk mempermudah kegiatan manusia dalam melakukan aktifitas dan kegiatannya. Ilmu pengetahuan merupakan produk dari kebudayaan enlightenment, pencerahan. Ilmu pengetahuan digunakan sebagai sarana mempermudah manusia mencapai dan mendapatkan tujuan hidupnya. Selain itu, ilmu pengetahuan juga berfungsi sebagai fasilitator. Fasilitator yang berupa sandaran untuk melakukan sesuatu. Karena ilmu pengetahuan adalah jembatan bagi manusia untuk mempermudah mendapatkan keinginannya dan manusia dapat berbuat banyak. Segala kegiatan ada konsekuensinya, begitu juga dengan kegiatan dalam perkembangan ilmu pengetahun ini. Karena sekarang, kita harus menyasuaikan diri dengan kemajuan ilmu, bukan ilmu yang berkembang seiring perkembangan manusia. Ilmu pengetahuan banyak melupakan faktor manusia. Selain menimbulkan gejala dehumanisme juga mengubah hakikat kemanusiaan. Karena itulah peran dari para ilmuan dalam menyikapi hal ini sangat dibutuhkan.

            Peran ilmuwan itu antara lain, mereka harus peka terhadap perubahan sosial dan berupaya mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Mereka juga bertanggung jawab terhadap hasil penelaahan penelitian agar bermanfaaat bagi masyarakat. Teori adanya komunikasi antar warga dapat menjadi acuan untuk menerapakan masyarakat yang bebas juga dapat diterapkan. Seorang ilmuan harus membuka diri pada fakta-fakta baru dan mencoba berusaha memahaminya demi kebahagiaan umat manusia. Meraka juga harus mempunyai rasa iba yang merupakan implikasi dari rasa cinta yaitu berusaha untuk benar-benar memahami penderitaan agar mampu menyembuhkannya. Ilmuwan harus bisa melibatkan diri, selain dalam proses spesialisasi juga dalam seluruh proses self-understanding masyarakat. Dalam rangka ini ilmuwan harus dapat mengintegrasikan kebudayaan teknik dengan kepribadian kultural. Tanggung jawab yang utama dari seorang ilmuan bagi dirinya sendiri, ilmuwan lain, dan masyarakat adalah menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataaan-pernyataan ilmiah yang dibuatanya dan dapat dibuat oleh ilmuwan yang lainnya. Sebagai seorang yang dianggap lebih oleh masyarakat bahkan ilmuwan lain tidak boleh memberikan atau memalsukan data. Mereka hanya memberikan pengetahuan sumbangan pengetahuan baru yang benar yang sudah ada walaupun ada banyak tekanan untuk tidak melakukan itu, karena tanggung jawab batiniahnya adalah memerangi ketidaktahuan, prasangka, dan takhayul di kalangan manusia dalam alam semesta ini.

Context of Justification merupakan konteks pengujian ilmiah terhadap hasil penelitian dan kegiatan alamiah berdasarkan kategori dan kriteria yang murni ilmiah. Nilai kebenaran adalah yang satu-satunya nilai yang berlaku dan dipertimbangakan. Hubungan antara COJ dengan tanggung jawab ilmuwan adalah, hakikatnya konsekuensi dalam kegiatan penelitian harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain rasionalitas atau berkaitan dengan nilai kebenaran, berkaitan dengan ilmu-ilmu empiris, penilaian hasil kegiatan ilmiah hanya didasarkan pada keberhasilan dan kegagalan empiris. Dilihat dari dua kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan pengetahuan kepada khalayak umum, para ilmuwan harus se-objektif mungkin sehingga dapat dipertanggungjawabkan.[4] Para ilmuwan akan selalu dapat mengembangkan ilmunya lebih lanjut, karena ilmu bukan ibarat sebuah rumah dengan dasar abadi yang sepanjang sejarah hanya dilengkapi dengan tingkattingkat baru. Struktur ilmu bahkan apa yang disebut pokok ilmu mengalami perubahan, dimana pendapat ini berdasarkan dua segi peneropongan dalam penyelidikan. Pertama: Sejarah mengenai. penyelidikan ilmu-ilmu membawa kita kepada pengertian bahwa bagi ilmu yang sama, arti istilah yang dipergunakan berbedabada pada waktu yang berlainan. Sebagai contoh arti lurus untuk geometri euklidis dan geometri nereuklidis, psikologi klasik behavioristis dan psikologi masa kini dan seterusnya. Kedua, karena pengaruh antropologi budaya, sejarah kebudayaan dan sejarah ide-ide, maka timbul apa yang baru disebut sebagai ilmu baru yang disebut"Kulturologi"[5]

Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan ilmu sekurang-kurangnya berdimensi religious atau etis dan social. Pada intinya, dimensi religious atau etis seorang ilmuwan hendaknya tidak melanggar kepatutan yang dituntut darinya berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang ditekuninya. Sedangkan dimensi sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan berlaku jujur, mengakui keterbatasannya bahkan kegagalannya, mengakui temuan orang lain, menjalani prosedur ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau mengkomunikasikan hal baru dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang sudah ada untuk mendapatkan konfirmasi, menjelaskan hasil-hasil temuannya secara terbuka dan sebenar-benarnya sehingga dapat dimengerti orang lain sebagaimana ia juga memperoleh bahan-bahan dari orang lain guna mendukung teori-teori yang dikembangkannya. Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir untuk menyalahgunakan ilmu.[6]

Yang harus menjadi fokus utama dari seorang ilmuwan dalam menetapkan konteks mana yang penting dan harus diperhatikan adalah dengan melihat beberapa aspek dari konsekuensi setiap konteks. Namun yang paling harus diperhatikan oleh ilmuwan adalah context of discovery karena dalam konteks ini, diperhitungkan apakah ilmu itu berguna atau tidak. Sedangkan dalam context of justification, segala kriteria kebenarannya tidak bisa dibantah dan dianggap benar.


Kesimpulan

            Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Ilmuwan ialah orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan sungguh-sungguh. . Ilmuwan adalah sebuah profesi atau gelar dalam cakupan professional karena sudah mengabdiakn dirinya pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam semesta, fenomena fisika, matematis dan kehidupan sosial.

Diantara tanggung jawab ilmuan, yaitu: Pertama, Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar manfaat ilmu itu semakin luas. Kedua, Menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataaan-pernyataan ilmiah yang dibuatanya dan dapat dibuat oleh ilmuwan yang lainnya.




Tafsir Al-Quran ‘Al-Mumayyaz’
 Dr. H. Ali Anwar Yusuf, MSi , “Islan Dan Sains Modern” CV PUSTAKA SETIA, 2006
 Joko Winarto, Jurnal  “Tugas dan Tanggungjawab Ilmuan”
Juwariyah, “ISLAM DAN FILSAFAT ILMU DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN”
Rudyanto “Jurnal Tanggungjawab Ilmuwan”




[1] Dr. H. Ali Anwar Yusuf, MSi , “Islan Dan Sains Modern” CV PUSTAKA SETIA, 2006, Halaman 283.
[2] Dr. H. Ali Anwar Yusuf, MSi , “Islan Dan Sains Modern” CV PUSTAKA SETIA, 2006, Halaman 279.
[3]  Dr. H. Ali Anwar Yusuf, MSi , “Islan Dan Sains Modern” CV PUSTAKA SETIA, 2006, Halaman 291-291
[4] Rudyanto “Jurnal Tanggungjawab Ilmuwan”
[5] Juwariyah, “ISLAM DAN FILSAFAT ILMU DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
[6]  Joko Winarto, Jurnal  “Tugas dan Tanggungjawab Ilmuan



Maliana Binti Rajalan
(Filsafat Ilmu)
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang, Indonesia

Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah
Fakultas Syariah

No comments:

Post a Comment

Pendidikan Menurut Perspektif Islam

Bagi umat Islam, al-Qur’an berfungsi sebagai penuntun kehidupan menuju jalan yang benar demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan di a...