Wednesday, February 22, 2017

Anjuran Menikah dan Kriteria Memilih Jodoh (Munakahat)



Pernikahan merupakan kondisi alami terbaik dan kesempatan utama yang paling tepat untuk memenuhi dan memuaskan tabiat. Pernikahan juga adalah cara yang paling baik untuk memperbanyak keturunan dan menjaga keberlangsungan hidup dengan menjaga sisi nasab yang sangat diperhatikan oleh Islam keseluruhannya.
            Dalam menganjurkan pernikahan, , Islam menggunakan beberapa cara yang menyebutkan bahawa pernikahan merupakan salah satu sunnah para nabi serta petuntuk para rasul. Selain dari itu juga Islam mengatakan pernikahan ini adalah sebuah karunia dan merupakan sekian tanda kebesaran Allah swt.
            Dalam penulisan ini juga akan mencantumkan hadis tersebut dengan ayat al-quran yang selari dengan maksud hadis tersebut dan juga akan diuraikan satu persatu dari ayat tersebut menurut fahaman linguistik.

            Oleh itu, besarnya manfaat pernikahan dalam Islam maka sudah selayaknya seorang muslim itu untuk memberikan perhatian yang serius kepada hal ini. Banyak ayat al-Quran dan hadis menyatakan penganjuran untuk menikah karena hal ini merupakan sunnah Rasulullah saw untuk umat manusia mengikutinya dan mengamalkan. Hal ini bersangkutan dengan pembahasan hadis yang berkenaan dgn anjuran pernikahan .



Hadis Tentang Anjuran Menikah
Hadis 1

836- عَنْ عَبْدِاللهِ بْن مَسْعُدٍ- رَضِىَ اللهُ عَنْهُ- قال- قَالَ لَنَا  رسول الله صلَّى الله عَلَيْهِ وَسلَّمَ : (يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنّه أحضُّ للبصر, وَ أحصن للفرج, وَ من لم يستطع فعليه بالصوم , فإنّه له وجاءٌ) . متّفق عليه
 836. Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda kepada kami, “Wahai kaum muda, Siapa di antara kalian yang mempunyai biaya pernikahan maka menikahlah. Sesungguhnya pernikahan lebih bisa menjaga pandangan, lebih memelihara kemaluan. Siapa yang tidak memilikinya (tidak mampu) maka hendaklah ia berpuasa. Sesungguhnya puasa merupakan perisai baginya”. (HR. Muttafaq Alaih)[1]

Hadis 2

837 – وَ عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ – رَضِى اللهُ عَنْهُ – أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ حَمِدَالله، وَأثْنى عليهِ ، وَقَالَ : (لكنِّى أُصَلِّى ، و أنامُ ، و أصومُ ، و أفْطِرُ ، و أتزوَّجُ النّساءَ ، فمن رغِب سنَّتى فليس منِّى). متفق عليه
837 . Dari Anas Bin Malik r.a : Bahwa Nabi saw memuji Allah dan bersabda, “Tetapi sesungguhnya aku melakukan solat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka dan aku menikahi para wanita. Siapa yang tidak menyukai sunnahku maka ia bukan termasuk umatku.” (HR.Muttafaq Alaih)[2]

Hadis 3
838 - وَ عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ – رَضِى اللهُ عَنْهُ –  قال : (كان رسول الله صلَّى الله عَلَيْهِ وَسلَّم يأمرنا بالباءةِ ، و ينهى عَنِ التَّبتُّلِ نهياً شديدا ، وَ يقول : تزوَّجوا الولود الوادودَ ، فإنّى مكاثر بكم الأنبياء يوم القيامة  ) . رواه أحمد ، وصحّحه ابن حبَّان ، و له شاهد عند أبى داود ، والنسائى ، و ابن حبَّان أيضا ، من حديثٍ معْقلِ بن يسارٍ - رَضِى اللهُ عَنْهُ - .
838 . Dari Anas Bin Malik r.a, dia berkata : Rasulullah saw memerintahkan kami agar menikah dan melarang kami membujang (tabattul) secra keras. Beliau saw bersabda, “menikahlah kalian dengan wanita yang (berpotensi) banyak anak, yang peenuh kasih saying. Sesungguhnya aku bangga dihadapan para nabi sebab (banyaknya) jumlah kalian di hari kiamat.” (HR Ahmad) dan dinilai Shahih oleh Ibn Hibban. Hadis ini didukung oleh riwayat lain yang ada pada Abu Daud, An-Nasa’I, dan Ibn Hibban dari Ma’qil bin Yasar r.a . [3]

Hadis Tentang Kriteria Memilih Jodoh
Hadis 4
839 - وَ عَن أبي هريرة - رَضِى اللهُ عَنْهُ – عن النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ قال : (تنكح المرأة  لأربع : لمالها ، وَلِحَسبها ،و جمالها ، و لدينها ، فاظفر بذات الدينِ تربتْ يداك ) . متفق عليه مع بقية السبعة.
839.  Dari Abu Hurairah ra : Bahwa Nabi SAW bersabda, “Seorang wanita dinikahi karena empat perkara : (1) karena hartanya, (2) karena keturunnya, (3) karena kecantikkannya, (4) karena agamanya,. Karena itu dinikahilah (wanita) karena agamanya, niscaya engkau berbahagia.” (HR Muttafaq Alaih dan tujuh imam lainnya)[4]

 Asbabul Wurud Hadis
Hadis 4
839 - وَ عَن أبي هريرة - رَضِى اللهُ عَنْهُ – عن النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ قال : (تنكح المرأة  لأربع : لمالها ، وَلِحَسبها ،و جمالها ، و لدينها ، فاظفر بذات الدينِ تربتْ يداك ) . متفق عليه مع بقية السبعة.
839.  Dari Abu Hurairah ra : Bahwa Nabi SAW bersabda, “Seorang wanita dinikahi karena empat perkara : (1) karena hartanya, (2) karena keturunnya, (3) karena kecantikkannya, (4) karena agamanya,. Karena itu dinikahilah (wanita) karena agamanya, niscaya engkau berbahagia.” (HR Muttafaq Alaih dan tujuh imam lainnya).
            Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Jabir bin Abdillah, ia berkata : “Aku telah menikahi seorang wanita dimasa Rasulullah saw lalu beliau berkata : “ Wahai Jabir, apakah engkau telah menikah? Aku menjawab : “ya. ‘Beliau bertanya : ‘Gadis atau janda?’ ia (Jabir) berkata: ‘Aku menjawab: ‘Janda.’ Beliau berkata: ‘Mengapa tidak memilih gadis, sehingga kamu dapat bersenang-senang dengannya?’ Aku berkata: ‘Aku punya beberapa saudara perempuan, aku khawatir aku memasukkan hal yang tidak disenangi antara aku dan mereka.’ Beliau berkata: ‘Sesungguhnya wanita itu dinikahi lantaran agamanya dan kecantikannya, maka hendaklah engkau memilih yang memiliki agama, niscaya kedua tanganmu akan penuh dengan debu (beruntung).”[5]

 Analisis Teks Hadis

Hadis 1
معشر
Sekelompok orang yang dikumpulkan dalam satu kriteria. Seperti sekelompok pemuda atau orang tua. Kata ini merupakan bentuk jama’ tanpa tunggalnya. Ia dapat dijama’kan lagi menjadi ma’aasyir.
الشباب
Jama’ dari kata shaab. Bentuk jama’nya yang lain adalah syubbaan. Al-Azhari berkata, “Tidak ada kata yang bentuknya mengikuti kata faa’il (syaab) yang dijama’kan mengikuti kata fu’laan (syuubbaan) kecuali kata ini. Kata syaab diungkapkan untuk orang dengan rentang usia sejak baligh hingga usia 40 tahun. Arahan menikah diungkapkan secara khusus untuk kelompok syabaab (pemuda) karena dorongan seksual yang cukup kuat pada seusia mereka. Berbeda halnya dengan mereka yang berusia lanjut.
من استطاع
Al-Qurthubi mengatakan maksud “mampu” (istithaa’ah) disini adalah mampu menyediakan apa yang diperlukan untuk suatu pernikahan, bukan kemampuan berhubunngan badan.
الباءة
Ada 4 dialek sehubungan kata ini. Yang masyhur adalah dengan dibaca madd dan adanya tanda taa’ ta’niits. Secara bahasa, al-baa’ah berarti jima’ atau berhubungan badan , namu  yang dimaksud disini ialah mahar dan nafkah. Dengan begitu artinya secara lengkap, siapa di antara kalian, siapa diantara kalian yang mampu menyediakan sebab-sebab jima’ dan biaya maka menikahlah!
فأنه
Kata ganti di sini kembali ke kata “tazawwuj” (menikah) sebagaimana ditunjukkan oleh kata fal yatazawwaj.
أخض
Berasal dari kata ghadhdha yang artinya menghindari pandangan mata dari melihat apa yang tidak halal dilihat. Maksudnya di sini, pernikahan dapat menurunkan keinginan memandang yang tidak halal.
أحصن
Berasal dari kata hashuna yang artinya menghalangi atau melindungi. Maksudnya di sini pernikahan dapaat melindungi kemaluan (dari perbuatan haram).
فعليه بالصوم
Sebagian menyatakan I’rab kalimat adalah mahall nashab dengan tarkiib igraa. Sebagian lagi menyatakan bahwa ba’ dalam perkataan tersebut adalah ba’ tambahan. Dengan itu kalimat ini bermmakna khabar.
الوجاء
dari kata waja’a yang berarti memukul dengan pisau pada bagian mana saja. Sementara al-wija’a artinya menghancurkan dua biji testis dan sebagian lagi mengartikan menghancurkan uratnya sedangkan dua biji testis tetap berada dalam kondisinya. Gunanya untuk menghilangkan dorongan seksual. Demikian juga dengan berpuasa yang digambarkan olejh Rasulullah saw sebgai al-wijaa dapat memperlemah dorongan nafsu seksual. Sehingga diharapkan berpuasa dapat menjadi tameng atau pelindung bagi seseorang dari jatuh ke dalam keburukan nafsu seksual.[6]
Hadis 2
لكنّى
Pembetulan atas keterangan  sebelumnya yang dibuang oleh penyusun Bulughul Maram dengan maksud meringkas.
فمن رغب
berpaling dari suatu hal. Maksudnya disini adalah siapa yang meninggalkan caraku dan mengambil cara lain ia bukan termasuk (umat)ku. Dalam hal Rasulullah saw menyinggung mereka yang menggunakan cara kependetaan yang dibuat-buatnya sendiri untuk memperketatkan cara hidup (dengan cara tidak menikah).[7]

Hadis 3
التبتل
Artinya yang asal adalah putus. Sementara yang dimaksud di sini adalah putus dari pernikahan atau tidak menikah dan putus dari apa saja yang baik yang diperbolehkan oleh Allah swt dengan maksud beribadah dan taat.
الولود
Adalah wanita yang (berpotensi) memiiki banyak anak. Jika sebelumnya ia tidak menikah maka hal itu dapat diketahui dari kerabat perempuannya. Baik ibu, nenek, bibi, dan saudara perempuannya.
مكاثر
Bangga karena pengikutnya yang amat banyak.[8]

Hadis 4
تنكح المرأة
Mabni Majhul, dibaca dhammah denga ta’ mudhari’, maksudnya berkehendak menikahi seorang wanita.
تنكح
Nakaha, makna asalnya adalah berkumpul dan bercampur. Tapi ahli bahasa berselisih mengenai hal ini : sebagian mengatakan, “Nikah adalah hakikat dalam akad, majaz dalam hubungan intim.” Sebagian lain berpendapat sebaliknya: dan sebagian lainnya mengtakan berpendapat nikah merupakan hakikat dalam akad dan hubungan intim, demikian yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah. Dari ketiga pendapat di atas memerlukan qarinah yang bisa menunjukkan bahwa nikah bermakna hakikat dalam akad atau hakikat dalam hubungan intim. Bila disebutkan fulanah dinikahi, maka maksud kalimat ini adalah akad. Tetapi jika dikatakan si fulan menikahi istrinya, maksud dari kalimat ini adalah hubungan intim.  Penulis al-Misbah berkata : Nikah adalah majaz dalam akad dan hubungan intim, karena pada dasarnya nikah bermakna berkumpul dan hakikat tidak lain adalah asal (hukum). Ulama berkata “Dalam al-Quran tidak ada lafaz nikah bermakna hubungan intim kecuali dalam firman-Nya yang artinya, ‘hingga dia kawin dengaan suami yang lain.’ (Qs Al-Baqarah-230)
تنكح المرأة لأربع
Fi’ilnya berbentuk mabni majhul, al-mar’ah di sini sebagai ganti dari fa’il yang dibaca rafa’
لأربع
Maksudnya menikahi wanita karena empat perkara
حسبها
Maknanya kemuliaan wanita atau keluarga atau kerabatnya.
و لمالها
Sebagai badal (pengganti) dari lafaz arba’. Yakni dengan  cara mengembalikan amil. Dalam riwayat Muslim, huruf lam yang bermakna karena disini disebut berulang kali dalam keempat perkara tersebut. Sedangkan dalam sahih Bukhari tidak demikian, sebab masing-masing dari keempat perkara tersebut mempunyai tujuan yang berbeda-beda.
فاظفر بذات الدين
Maksudnya, jika keempat perkara tersebut terealisir pada diri seorang wanita, hendaknya kau memilihnya atas dasar agamanya. Makna az-Zafar adalah pilihlah wanita yang beragama baik, niscaya engkau bakal meraih kebahagiaan dan menangkanlah atas orang lain untuk mendapatkannya.
تربت يداك
Maksudnya tanganmu berpadu dengan debu dari kefakiran. Sebenarnya kalimat ini tidak umum diucapkan oleh kebanyakkan manusia dan kalimat ini juga bukan dimaksudkan Nabi SAW sebagai doa. Dalam Al-Misbah dikatakan, “Ucapan Nabi SAW taribat yadaka adalah kalimat aArab yang diucapkan sebagai salah satu bentuk doa, tapi dalam kitab hadis ini bukan dimaksudkan sebagai doa, melainkan bertujuan untuk menganjurkan. Kalimat tersebt juga bisa dimaksudkan sebagai teguran dan pengingkaran dan mengagungkan suatu perkara. Tapi kalimat yang dimaksud pada hadis adalah sebagai anjuran.[9]

 Kandungan Hukum

    Hadis ini memerintahkan kita untuk menikah dan bagi jiwa yang cenderung. Akan tetapi menurut ulama, perintah itu bukan wajib akan tetapi ianya adalah sunnah. Maka tidak wajib bagi seseorang itu menikah atau mengambil budak baik takut terjebak dalam berbuat dosa atau tidak. Pada hukum dasar atau asal hukum nikah itu adalah pendapat dari Mazhab Zhahiriyah adalah wajib sehingga dosa bagi yang tidak melakukannya. Manakala mazhab Syafi’iyyah pula menghukuminya mubah kerana nikah merupakan sebuah ikatan untuk menyalurkan hasrat dan juga untuk memperoleh kenikmatan sehingga ia disamakan denga perihal makan dan minum. Jumhur ulama mengatakan hukum nikah itu adalah sunnah.[10]
Hukum menurut ulama Syafi’iyyah untuk seseorang terkait dengan permasalahan pernikahan adalah seseorang mampu memenuhi kebutuhan, namun ia tidak berhasrat untuk menikah, maka menurut madzhab Syafi’i lebih utama baginya untuk tidak menikah dan mengasingkan diri untuk beribadah, dan tidak juga dikatakan hukumnya makruh baginya untuk menikah, akan tetapi baginya lebih utama untuk tidak menikah. Menurut madzhab Abu Hanifah dan sebagian sahabat Syafi’I bahwa baginya menikah lebih utama
            Sebagai umat Nabi saw, kita tidak dibolehkan untuk bertabattul seperti yang dinyatakan dalam hadis 3 yaitu larangan bertabattul. Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Rasulullah menolak sikap membujang yang dilakukan oleh Utsman bin Mazh’un. Anadai beliau mengizinkan Utsman bin Mazh’un (membujang) tentu kami akan mengebiri diri.” (HR Bukhari). Ath-Thabari menjelaskan membujang yang dimaksud oleh Utsman bin Mazh’un adalah menharamkan wanita, kebaikan apapun yang bisa digunakan untuk bersenang-senang.[11]
            Dalam hadis yang ke-4, hadis ini tidak mengharamkan seorang pria untuk memilih seorang wanita sebagai istrinya atas dasar keturunan, kecantikan, harta, dan agama. Tapi faktor agama yang menjadi sifat terpenting bagi seorang calon istri tidak boleh diacuhkan begitu saja. Karena bakal menuai konsekuensi negatif. Seorang istri solehah senantiasa menjaga agamanya dlam dirinya, rumahnya, dan hartanya. Ia merupakan figur seorang pendamping hidup yang baik dan amanah. Abdullah bin Amru bin Ash r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Dunia adalah perhiasan dan perhiasan dunia yang paling baik adalah perempuan solihah”[12]

 Teks al-Quran yang sama dengan Hadis

            Pembahasan ini akan menyenaraikan teks al-Quran yang sama dan selari dengan hadis yang dibahaskan. Di antaranya ayat-ayat al-Quran tersebut adalah seperti berikut :
Surah An-nur : 32
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi maha mengetahui.
Surah Ar-rum : 21
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”


Surah Yassin :36
سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ
“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkn oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”
Surah An-Nisa : 1
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan daripadanya Allah menciptakan isterinya dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
           



            Oleh itu dapat disimpulkan bahwa menikah adalah anjuran nabi SAW. Banyak hikmah yang dipetik dari ikatan perkawinan. Namun, banyak faktor pula yang menjadikan pernikahan berjalan dengan indah sehingga terjalinnya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Salah satu yang mempengaruhinya adalah tergantung dalam memilih jodoh. Banyak hadits-hadits yang berkaitan dalam memilih jodoh dan yang paling terkenal adalah hadits tentang empat kriteria memilih pasangan hidup yang ideal yaitu karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, dan sebaik-baik pilihan adalah yang baik agamanya. Walaupun masih banyak kriteria yang lainnya untuk menghindari dari penyesalan.
Selain tentang kriteria pemilihan jodoh, hal yang tidak kalah penting untuk membina keluarga yang bahagia adalah dengan terlaksanakannya peminangan yang benar. Meminang sendiri difungsikan untuk menjaga kedua mempelai dari fitnah-fitnah yang biasa mucul sebelum akad nikah berlangsung. Sehingga apa yang diinginkan kedua mempelai menyempurnakan agama dengang menikah berjalan lancar sehingga dapat terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah hingga hayat menjemput.
Dengan pernikahan , maka terciptalah  sebuah ikatan kekeluargaan, unsur-unsur cinta antara keluarga dan ikatan-ikatan sosial yang diberkahi semakin kuat yang mamang pada dasarnya diperkuat dan ditpang oleh Islam. Banyak ayat al-Quran dan hadis yang menganjurkan pernikahan lengkap dengan cara memilih jodoh. Pasangan hidup yang menjadi jodoh memang meupakn urusan Tuhan dan sudah menjadi taqdir-Nya. Tetapi sebagai hamba yang baik kita tidak bisa diam saja menunggu jodoh itu datang. Kita diwajibkan mencari dan memilih pasangan sesuai dengan aturan syar’i.


1.       Sayyid Sabiq, “Fiqh Sunnah”, diterbit oleh Pena Pundi Aksara, Cetakan ke-5, Tahun 2013.
2.      Sulaiman bin Ahmad bin Yahya al-Faifi, “Ringkasan Fikih Sunnah” , diterbitkan Oleh Beirut Publishing, Cetakan Pertama , Tahun 2014.
3.      Tim Penulis Fath Al-Qarib, “Menyingkap sejuta permasalahan dalam Fath al-Qarib”, diterbitkan oleh Anfa Press, Cetakan 1, Tahun 2015.
4.      Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, “Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5.
5.      Imam As-Suyuthi, “Asbab Wurud Al-Hadits”, ditebitkan oleh Pustaka As-sunnah Jakarta, Cetakan Pertama, Tahun 2009.



[1] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, “Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5, hlm 256
[2] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, “Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5, hlm 260
[3] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, “Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5, hlm 263-264.
[4] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, “Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5, hlm 277
[5] Imam As-Suyuthi, “Asbab Wurud Al-Hadits”, ditebitkan oleh Pustaka As-sunnah Jakarta, Cetakan Pertama, Tahun 2009, hlm 261-262.
[6] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, “Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5, hlm 256-258.
[7] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, “Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5, hlm 261.
[8] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, “Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5, hlm 264.
[9] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, “Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5, hlm 277-278.
[10] Tim Penulis Fath Al-Qarib, “Menyingkap sejuta permasalahan dalam Fath al-Qarib”, diterbitkan oleh Anfa Press, Cetakan 1, Tahun 2015. Hlm 483.
[11] Sulaiman bin Ahmad bin Yahya al-Faifi, “Ringkasan Fikih Sunnah” , diterbitkan Oleh Beirut Publishing, Cetakan Pertama , Tahun 2014. Hlm 439
[12] Sayyid Sabiq, “Fiqh Sunnah”, diterbit oleh Pena Pundi Aksara, Cetakan ke-5, Tahun 2013. Hlm 198.

Maliana Binti Rajalan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang , Indonesia

Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah


Fakultas Syariah

No comments:

Post a Comment

Pendidikan Menurut Perspektif Islam

Bagi umat Islam, al-Qur’an berfungsi sebagai penuntun kehidupan menuju jalan yang benar demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan di a...