Pernikahan merupakan kondisi alami terbaik
dan kesempatan utama yang paling tepat untuk memenuhi dan memuaskan tabiat.
Pernikahan juga adalah cara yang paling baik untuk memperbanyak keturunan dan
menjaga keberlangsungan hidup dengan menjaga sisi nasab yang sangat
diperhatikan oleh Islam keseluruhannya.
Dalam
menganjurkan pernikahan, , Islam menggunakan beberapa cara yang menyebutkan
bahawa pernikahan merupakan salah satu sunnah para nabi serta petuntuk para
rasul. Selain dari itu juga Islam mengatakan pernikahan ini adalah sebuah
karunia dan merupakan sekian tanda kebesaran Allah swt.
Dalam penulisan ini juga akan
mencantumkan hadis tersebut dengan ayat al-quran yang selari dengan maksud
hadis tersebut dan juga akan diuraikan satu persatu dari ayat tersebut menurut
fahaman linguistik.
Oleh
itu, besarnya manfaat pernikahan dalam Islam maka sudah selayaknya seorang
muslim itu untuk memberikan perhatian yang serius kepada hal ini. Banyak ayat
al-Quran dan hadis menyatakan penganjuran untuk menikah karena hal ini
merupakan sunnah Rasulullah saw untuk umat manusia mengikutinya dan
mengamalkan. Hal ini bersangkutan dengan pembahasan hadis yang berkenaan dgn
anjuran pernikahan .
Hadis Tentang Anjuran Menikah
Hadis 1
836- عَنْ عَبْدِاللهِ بْن مَسْعُدٍ- رَضِىَ اللهُ عَنْهُ- قال-
قَالَ لَنَا رسول الله صلَّى الله
عَلَيْهِ وَسلَّمَ : (يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنّه أحضُّ
للبصر, وَ أحصن للفرج, وَ من لم يستطع فعليه بالصوم , فإنّه له وجاءٌ) . متّفق
عليه
836. Dari
Abdullah bin Mas’ud r.a, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda kepada kami,
“Wahai kaum muda, Siapa di antara kalian yang mempunyai biaya pernikahan maka
menikahlah. Sesungguhnya pernikahan lebih bisa menjaga pandangan, lebih
memelihara kemaluan. Siapa yang tidak memilikinya (tidak mampu) maka hendaklah
ia berpuasa. Sesungguhnya puasa merupakan perisai baginya”. (HR. Muttafaq
Alaih)[1]
Hadis 2
837 – وَ
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ – رَضِى اللهُ عَنْهُ – أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَليْهِ وَسَلَّمَ حَمِدَالله، وَأثْنى عليهِ ، وَقَالَ : (لكنِّى أُصَلِّى ، و
أنامُ ، و أصومُ ، و أفْطِرُ ، و أتزوَّجُ النّساءَ ، فمن رغِب سنَّتى فليس
منِّى). متفق عليه
837 . Dari Anas Bin Malik r.a
: Bahwa Nabi saw memuji Allah dan bersabda, “Tetapi sesungguhnya aku melakukan
solat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka dan aku menikahi para wanita. Siapa
yang tidak menyukai sunnahku maka ia bukan termasuk umatku.” (HR.Muttafaq
Alaih)[2]
Hadis 3
838 - وَ
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ – رَضِى اللهُ عَنْهُ –
قال : (كان رسول الله صلَّى الله عَلَيْهِ وَسلَّم يأمرنا بالباءةِ ، و
ينهى عَنِ التَّبتُّلِ نهياً شديدا ، وَ يقول : تزوَّجوا الولود الوادودَ ، فإنّى مكاثر
بكم الأنبياء يوم القيامة ) . رواه أحمد ،
وصحّحه ابن حبَّان ، و له شاهد عند أبى داود ، والنسائى ، و ابن حبَّان أيضا ، من
حديثٍ معْقلِ بن يسارٍ - رَضِى اللهُ عَنْهُ - .
838
. Dari Anas Bin Malik r.a, dia berkata : Rasulullah saw memerintahkan kami agar
menikah dan melarang kami membujang (tabattul) secra keras. Beliau saw
bersabda, “menikahlah kalian dengan wanita yang (berpotensi) banyak anak, yang
peenuh kasih saying. Sesungguhnya aku bangga dihadapan para nabi sebab
(banyaknya) jumlah kalian di hari kiamat.” (HR Ahmad) dan dinilai Shahih oleh
Ibn Hibban. Hadis ini didukung oleh riwayat lain yang ada pada Abu Daud,
An-Nasa’I, dan Ibn Hibban dari Ma’qil bin Yasar r.a . [3]
Hadis
Tentang Kriteria Memilih Jodoh
Hadis 4
839 - وَ عَن
أبي هريرة - رَضِى اللهُ عَنْهُ – عن النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ
قال : (تنكح المرأة لأربع : لمالها ،
وَلِحَسبها ،و جمالها ، و لدينها ، فاظفر بذات الدينِ تربتْ يداك ) . متفق عليه مع
بقية السبعة.
839.
Dari Abu Hurairah ra : Bahwa Nabi SAW bersabda,
“Seorang wanita dinikahi karena empat perkara : (1) karena hartanya, (2) karena
keturunnya, (3) karena kecantikkannya, (4) karena agamanya,. Karena itu
dinikahilah (wanita) karena agamanya, niscaya engkau berbahagia.” (HR Muttafaq
Alaih dan tujuh imam lainnya)[4]
Asbabul
Wurud Hadis
Hadis 4
839 - وَ عَن
أبي هريرة - رَضِى اللهُ عَنْهُ – عن النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ
قال : (تنكح المرأة لأربع : لمالها ،
وَلِحَسبها ،و جمالها ، و لدينها ، فاظفر بذات الدينِ تربتْ يداك ) . متفق عليه مع
بقية السبعة.
839.
Dari Abu Hurairah ra : Bahwa Nabi SAW bersabda,
“Seorang wanita dinikahi karena empat perkara : (1) karena hartanya, (2) karena
keturunnya, (3) karena kecantikkannya, (4) karena agamanya,. Karena itu
dinikahilah (wanita) karena agamanya, niscaya engkau berbahagia.” (HR Muttafaq
Alaih dan tujuh imam lainnya).
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim
dari Jabir bin Abdillah, ia berkata : “Aku telah menikahi seorang wanita dimasa
Rasulullah saw lalu beliau berkata : “ Wahai Jabir, apakah engkau telah
menikah? Aku menjawab : “ya. ‘Beliau bertanya : ‘Gadis atau janda?’ ia (Jabir) berkata:
‘Aku menjawab: ‘Janda.’ Beliau berkata: ‘Mengapa tidak memilih gadis, sehingga
kamu dapat bersenang-senang dengannya?’ Aku berkata: ‘Aku punya beberapa
saudara perempuan, aku khawatir aku memasukkan hal yang tidak disenangi antara
aku dan mereka.’ Beliau berkata: ‘Sesungguhnya wanita itu dinikahi lantaran
agamanya dan kecantikannya, maka hendaklah engkau memilih yang memiliki agama,
niscaya kedua tanganmu akan penuh dengan debu (beruntung).”[5]
Analisis
Teks Hadis
Hadis 1
معشر
|
Sekelompok
orang yang dikumpulkan dalam satu kriteria. Seperti sekelompok pemuda atau
orang tua. Kata ini merupakan bentuk jama’ tanpa tunggalnya. Ia dapat
dijama’kan lagi menjadi ma’aasyir.
|
الشباب
|
Jama’ dari
kata shaab. Bentuk jama’nya yang lain adalah syubbaan. Al-Azhari berkata,
“Tidak ada kata yang bentuknya mengikuti kata faa’il (syaab) yang dijama’kan
mengikuti kata fu’laan (syuubbaan) kecuali kata ini. Kata syaab diungkapkan
untuk orang dengan rentang usia sejak baligh hingga usia 40 tahun. Arahan
menikah diungkapkan secara khusus untuk kelompok syabaab (pemuda) karena
dorongan seksual yang cukup kuat pada seusia mereka. Berbeda halnya dengan
mereka yang berusia lanjut.
|
من استطاع
|
Al-Qurthubi
mengatakan maksud “mampu” (istithaa’ah) disini adalah mampu menyediakan apa
yang diperlukan untuk suatu pernikahan, bukan kemampuan berhubunngan badan.
|
الباءة
|
Ada 4
dialek sehubungan kata ini. Yang masyhur adalah dengan dibaca madd dan adanya
tanda taa’ ta’niits. Secara bahasa, al-baa’ah berarti jima’ atau berhubungan
badan , namu yang dimaksud disini
ialah mahar dan nafkah. Dengan begitu artinya secara lengkap, siapa di antara
kalian, siapa diantara kalian yang mampu menyediakan sebab-sebab jima’ dan
biaya maka menikahlah!
|
فأنه
|
Kata ganti
di sini kembali ke kata “tazawwuj” (menikah) sebagaimana ditunjukkan oleh
kata fal yatazawwaj.
|
أخض
|
Berasal
dari kata ghadhdha yang artinya menghindari pandangan mata dari melihat apa
yang tidak halal dilihat. Maksudnya di sini, pernikahan dapat menurunkan
keinginan memandang yang tidak halal.
|
أحصن
|
Berasal
dari kata hashuna yang artinya menghalangi atau melindungi. Maksudnya di sini
pernikahan dapaat melindungi kemaluan (dari perbuatan haram).
|
فعليه بالصوم
|
Sebagian
menyatakan I’rab kalimat adalah mahall nashab dengan tarkiib igraa. Sebagian
lagi menyatakan bahwa ba’ dalam perkataan tersebut adalah ba’ tambahan.
Dengan itu kalimat ini bermmakna khabar.
|
الوجاء
|
dari kata
waja’a yang berarti memukul dengan pisau pada bagian mana saja. Sementara
al-wija’a artinya menghancurkan dua biji testis dan sebagian lagi mengartikan
menghancurkan uratnya sedangkan dua biji testis tetap berada dalam
kondisinya. Gunanya untuk menghilangkan dorongan seksual. Demikian juga
dengan berpuasa yang digambarkan olejh Rasulullah saw sebgai al-wijaa dapat
memperlemah dorongan nafsu seksual. Sehingga diharapkan berpuasa dapat
menjadi tameng atau pelindung bagi seseorang dari jatuh ke dalam keburukan
nafsu seksual.[6]
|
Hadis 2
لكنّى
|
Pembetulan
atas keterangan sebelumnya yang
dibuang oleh penyusun Bulughul Maram dengan maksud meringkas.
|
فمن رغب
|
berpaling
dari suatu hal. Maksudnya disini adalah siapa yang meninggalkan caraku dan
mengambil cara lain ia bukan termasuk (umat)ku. Dalam hal Rasulullah saw
menyinggung mereka yang menggunakan cara kependetaan yang dibuat-buatnya
sendiri untuk memperketatkan cara hidup (dengan cara tidak menikah).[7]
|
Hadis 3
التبتل
|
Artinya
yang asal adalah putus. Sementara yang dimaksud di sini adalah putus dari
pernikahan atau tidak menikah dan putus dari apa saja yang baik yang
diperbolehkan oleh Allah swt dengan maksud beribadah dan taat.
|
الولود
|
Adalah
wanita yang (berpotensi) memiiki banyak anak. Jika sebelumnya ia tidak
menikah maka hal itu dapat diketahui dari kerabat perempuannya. Baik ibu,
nenek, bibi, dan saudara perempuannya.
|
مكاثر
|
Bangga
karena pengikutnya yang amat banyak.[8]
|
Hadis 4
تنكح المرأة
|
Mabni
Majhul, dibaca dhammah denga ta’ mudhari’, maksudnya berkehendak menikahi
seorang wanita.
|
تنكح
|
Nakaha,
makna asalnya adalah berkumpul dan bercampur. Tapi ahli bahasa berselisih
mengenai hal ini : sebagian mengatakan, “Nikah adalah hakikat dalam akad,
majaz dalam hubungan intim.” Sebagian lain berpendapat sebaliknya: dan
sebagian lainnya mengtakan berpendapat nikah merupakan hakikat dalam akad dan
hubungan intim, demikian yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah.
Dari ketiga pendapat di atas memerlukan qarinah yang bisa menunjukkan bahwa
nikah bermakna hakikat dalam akad atau hakikat dalam hubungan intim. Bila
disebutkan fulanah dinikahi, maka maksud kalimat ini adalah akad. Tetapi jika
dikatakan si fulan menikahi istrinya, maksud dari kalimat ini adalah hubungan
intim. Penulis al-Misbah berkata : Nikah adalah
majaz dalam akad dan hubungan intim, karena pada dasarnya nikah bermakna
berkumpul dan hakikat tidak lain adalah asal (hukum). Ulama berkata “Dalam
al-Quran tidak ada lafaz nikah bermakna hubungan intim kecuali dalam
firman-Nya yang artinya, ‘hingga dia kawin dengaan suami yang lain.’ (Qs
Al-Baqarah-230)
|
تنكح المرأة لأربع
|
Fi’ilnya
berbentuk mabni majhul, al-mar’ah di sini sebagai ganti dari fa’il yang
dibaca rafa’
|
لأربع
|
Maksudnya
menikahi wanita karena empat perkara
|
حسبها
|
Maknanya
kemuliaan wanita atau keluarga atau kerabatnya.
|
و لمالها
|
Sebagai
badal (pengganti) dari lafaz arba’. Yakni dengan cara mengembalikan amil. Dalam riwayat
Muslim, huruf lam yang bermakna karena disini disebut berulang kali dalam
keempat perkara tersebut. Sedangkan dalam sahih Bukhari tidak demikian, sebab
masing-masing dari keempat perkara tersebut mempunyai tujuan yang
berbeda-beda.
|
فاظفر بذات الدين
|
Maksudnya,
jika keempat perkara tersebut terealisir pada diri seorang wanita, hendaknya
kau memilihnya atas dasar agamanya. Makna az-Zafar adalah pilihlah wanita yang
beragama baik, niscaya engkau bakal meraih kebahagiaan dan menangkanlah atas
orang lain untuk mendapatkannya.
|
تربت يداك
|
Maksudnya
tanganmu berpadu dengan debu dari kefakiran. Sebenarnya kalimat ini tidak
umum diucapkan oleh kebanyakkan manusia dan kalimat ini juga bukan
dimaksudkan Nabi SAW sebagai doa. Dalam Al-Misbah dikatakan, “Ucapan Nabi SAW
taribat yadaka adalah kalimat aArab yang diucapkan sebagai salah satu bentuk
doa, tapi dalam kitab hadis ini bukan dimaksudkan sebagai doa, melainkan
bertujuan untuk menganjurkan. Kalimat tersebt juga bisa dimaksudkan sebagai
teguran dan pengingkaran dan mengagungkan suatu perkara. Tapi kalimat yang
dimaksud pada hadis adalah sebagai anjuran.[9]
|
Kandungan Hukum
Hadis
ini memerintahkan kita untuk menikah dan bagi jiwa yang cenderung. Akan tetapi
menurut ulama, perintah itu bukan wajib akan tetapi ianya adalah sunnah. Maka
tidak wajib bagi seseorang itu menikah atau mengambil budak baik takut terjebak
dalam berbuat dosa atau tidak. Pada hukum dasar atau asal hukum nikah itu
adalah pendapat dari Mazhab Zhahiriyah adalah wajib sehingga dosa bagi yang
tidak melakukannya. Manakala mazhab Syafi’iyyah pula menghukuminya mubah kerana
nikah merupakan sebuah ikatan untuk menyalurkan hasrat dan juga untuk
memperoleh kenikmatan sehingga ia disamakan denga perihal makan dan minum.
Jumhur ulama mengatakan hukum nikah itu adalah sunnah.[10]
Hukum menurut ulama Syafi’iyyah untuk
seseorang terkait dengan permasalahan pernikahan adalah seseorang mampu
memenuhi kebutuhan, namun ia tidak berhasrat untuk menikah, maka menurut
madzhab Syafi’i lebih utama baginya untuk tidak menikah dan mengasingkan diri
untuk beribadah, dan tidak juga dikatakan hukumnya makruh baginya untuk
menikah, akan tetapi baginya lebih utama untuk tidak menikah. Menurut madzhab Abu
Hanifah dan sebagian sahabat Syafi’I bahwa baginya menikah lebih utama
Sebagai umat Nabi saw, kita tidak
dibolehkan untuk bertabattul seperti yang dinyatakan dalam hadis 3 yaitu
larangan bertabattul. Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Rasulullah menolak sikap
membujang yang dilakukan oleh Utsman bin Mazh’un. Anadai beliau mengizinkan
Utsman bin Mazh’un (membujang) tentu kami akan mengebiri diri.” (HR Bukhari).
Ath-Thabari menjelaskan membujang yang dimaksud oleh Utsman bin Mazh’un adalah
menharamkan wanita, kebaikan apapun yang bisa digunakan untuk bersenang-senang.[11]
Dalam hadis yang ke-4, hadis ini
tidak mengharamkan seorang pria untuk memilih seorang wanita sebagai istrinya
atas dasar keturunan, kecantikan, harta, dan agama. Tapi faktor agama yang
menjadi sifat terpenting bagi seorang calon istri tidak boleh diacuhkan begitu
saja. Karena bakal menuai konsekuensi negatif. Seorang istri solehah senantiasa
menjaga agamanya dlam dirinya, rumahnya, dan hartanya. Ia merupakan figur
seorang pendamping hidup yang baik dan amanah. Abdullah bin Amru bin Ash r.a
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Dunia adalah perhiasan dan perhiasan dunia yang paling baik adalah
perempuan solihah”[12]
Teks al-Quran yang sama dengan Hadis
Pembahasan
ini akan menyenaraikan teks al-Quran yang sama dan selari dengan hadis yang
dibahaskan. Di antaranya ayat-ayat al-Quran tersebut adalah seperti berikut :
Surah An-nur : 32
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ
وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“dan kawinkanlah orang-orang
yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberiannya) lagi maha mengetahui.
Surah Ar-rum : 21
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي
ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Surah Yassin :36
سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ
الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ
“Maha suci Tuhan yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkn oleh bumi
dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”
Surah An-Nisa : 1
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ
نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا
وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan
daripadanya Allah menciptakan isterinya dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.”
Oleh itu dapat disimpulkan bahwa menikah
adalah anjuran nabi SAW. Banyak hikmah yang dipetik dari ikatan perkawinan.
Namun, banyak faktor pula yang menjadikan pernikahan berjalan dengan indah
sehingga terjalinnya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Salah satu
yang mempengaruhinya adalah tergantung dalam memilih jodoh. Banyak
hadits-hadits yang berkaitan dalam memilih jodoh dan yang paling terkenal
adalah hadits tentang empat kriteria memilih pasangan hidup yang ideal yaitu
karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya,
dan sebaik-baik pilihan adalah yang baik agamanya. Walaupun masih banyak
kriteria yang lainnya untuk menghindari dari penyesalan.
Selain tentang kriteria
pemilihan jodoh, hal yang tidak kalah penting untuk membina keluarga yang
bahagia adalah dengan terlaksanakannya peminangan yang benar. Meminang sendiri difungsikan
untuk menjaga kedua mempelai dari fitnah-fitnah yang biasa mucul sebelum akad
nikah berlangsung. Sehingga apa yang diinginkan kedua mempelai menyempurnakan
agama dengang menikah berjalan lancar sehingga dapat terciptanya keluarga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah hingga hayat menjemput.
Dengan pernikahan , maka
terciptalah sebuah ikatan kekeluargaan,
unsur-unsur cinta antara keluarga dan ikatan-ikatan sosial yang diberkahi
semakin kuat yang mamang pada dasarnya diperkuat dan ditpang oleh Islam. Banyak
ayat al-Quran dan hadis yang menganjurkan pernikahan lengkap dengan cara
memilih jodoh. Pasangan hidup yang menjadi jodoh memang meupakn urusan Tuhan
dan sudah menjadi taqdir-Nya. Tetapi sebagai hamba yang baik kita tidak bisa
diam saja menunggu jodoh itu datang. Kita diwajibkan mencari dan memilih
pasangan sesuai dengan aturan syar’i.
1. Sayyid Sabiq, “Fiqh Sunnah”,
diterbit oleh Pena Pundi Aksara, Cetakan ke-5, Tahun 2013.
2. Sulaiman bin Ahmad bin Yahya al-Faifi, “Ringkasan Fikih Sunnah” ,
diterbitkan Oleh Beirut Publishing, Cetakan Pertama , Tahun 2014.
3. Tim Penulis Fath Al-Qarib, “Menyingkap sejuta permasalahan dalam Fath
al-Qarib”, diterbitkan oleh Anfa Press, Cetakan 1, Tahun 2015.
4. Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, “Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan
oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5.
5. Imam As-Suyuthi, “Asbab Wurud Al-Hadits”, ditebitkan oleh Pustaka
As-sunnah Jakarta, Cetakan Pertama, Tahun 2009.
[1] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam,
“Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama ,
Tahun 2006, Jilid 5, hlm 256
[2] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam,
“Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama ,
Tahun 2006, Jilid 5, hlm 260
[3] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam,
“Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5, hlm 263-264.
[4] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam,
“Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5,
hlm 277
[5] Imam As-Suyuthi, “Asbab Wurud
Al-Hadits”, ditebitkan oleh Pustaka As-sunnah Jakarta, Cetakan Pertama, Tahun
2009, hlm 261-262.
[6] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam,
“Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5,
hlm 256-258.
[7] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam,
“Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5,
hlm 261.
[8] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam,
“Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5,
hlm 264.
[9] Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam,
“Syarah Bulughul Maram”, diterbitkan oleh Pustaka Azzam, Cetakan Pertama , Tahun 2006, Jilid 5,
hlm 277-278.
[10] Tim
Penulis Fath Al-Qarib, “Menyingkap sejuta permasalahan dalam Fath al-Qarib”,
diterbitkan oleh Anfa Press, Cetakan 1, Tahun 2015. Hlm 483.
[11]
Sulaiman
bin Ahmad bin Yahya al-Faifi, “Ringkasan Fikih Sunnah” , diterbitkan Oleh
Beirut Publishing, Cetakan Pertama , Tahun 2014. Hlm 439
[12] Sayyid Sabiq, “Fiqh Sunnah”,
diterbit oleh Pena Pundi Aksara, Cetakan ke-5, Tahun 2013. Hlm 198.
Maliana Binti Rajalan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang , Indonesia
Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah
Fakultas Syariah
No comments:
Post a Comment