Bagi umat Islam, al-Qur’an berfungsi sebagai
penuntun kehidupan menuju jalan yang benar demi memperoleh kebahagiaan di dunia
dan di akhirat. Kebahagiaan yang dimaksud dapat dicapai manakala umat Islam
mendasarkan segala aktifitasnya pada al-Qur’an (serta Hadits Nabi), baik
aktivitas yang bersifat vertikal maupun horisontal. Karena al-Qur’an merupakan
sebagai sumber ajaran dan sumber hukum yang paling utama bagi aktifitas umat
Islam, maka konsep pendidikan Islam pun tidak terlepas dari al-Qur’an.
Sumber dari Google Image
Secara umum, pendidikan Islam dimaknai dengan terma
al-tarbiyah. Terma ini memiliki sinonim al-ta’dib dan al-ta’lim. Masing-masing
memiliki makna yang berbeza sesuai dengan teks dan konteks kalimatnya, meskipun
dalam hal tertentu bermakna sama.[1]
Secara etimologis, al-tarbiyah adalah bentuk masdar dari kata rabba (fi’il
madli, yang memiliki pengertian sama dengan makna kata rabba),substansi
maknanya sama dengan kata rabb yang merupakan satu di antara nama Tuhan.
Kendatipun dalam al-Qur’an tidak ditemukan istilah al-tarbiyah secara
eksplisit, namun dalam al-Qur’an terdapat istilah yang identik dengannya, yaitu
al-rabb, rabbayani, nurabbi, ribbiyun dan rabbani. Semua istilah tersebut
mempunyai konotasi makna yang berbeza-beza.
Apabila
al-tarbiyah diidentikkan dengan al-rabb, maka al-tarbiyah bererti pemilik,
tuan, Yang Maha Memperbaiki, Yang Maha Mengatur, Yang Maha Mengubah, dan Yang
Maha Menunaikan. Al-tarbiyah yang juga identik dengan al-rabb bermakna
al-tanmiyah, berarti pertumbuhan dan perkembangan.[2]
Tarbiyah yang memiliki kata dasar al-rabb mempunyai pengertian yang luas. Di
antaranya berarti memiliki, menguasai, mengatur, memelihara, memberi makan,
menumbuhkan, mengembangkan, dan berarti pula mendidik. Sebagaimana disebutkan
dalam al-Qur’an, Allah sebagai al-rabb yang dikaitkan dengan al-’alamin
sebagaimana dalam QS. al-Fatihah:2 dan al-rabb yang dikaitkan dengan al-nas
sebagaimana dalam QS. al-Nas:1 berarti bahwa pada hakikatnya Allah mendidik,
menumbuhkan, dan mengembangkan alam termasuk manusia secara berangsur-angsur
sehingga sampai kepada derajat kesempurnaan.[3]
Apabila
istilah al-tarbiyah diidentikkan dengan bentuk madi-nya rabbayani sebagaimana
dalam QS al-Isra: 24, dari bentuk mudari’-nya nurabbi sebagaimana dalam QS.
al-shu’ara: 18, maka al-tarbiyah mempunyai arti mengasuh, menanggung, memberi
makan, mengembangkan, memelihara, memproduksi, membesarkan dan menjinakkan.
Menurut al-Razi, terma rabbayani tidak hanya pengajaran yang bersifat ucapan
yang memiliki domain kognitif tetapi juga meliputi juga pengajaran tingkah laku
yang memiliki domain afektif. Sedangkan menurut penafsiran Sayyid Qutb, kata
rabbayani sebagai pemeliharaan terhadap anak dan menumbuhkan kematangan sikap
mentalnya.
Bila
didasarkan pada QS. ‘Ali Imran: 79 dan 146, pengertian al-tarbiyah (padanan
kata rabbaniyyin dan ribbiyun) adalah transformasi ilmu pengetahuan dan sikap
pada anak didik, yang mempunyai semangat tinggi dalam memahami dan menyadari
kehidupannya sehingga terwujud ketakwaan, budi pekerti, dan pribadi yang luhur.
Kata ini juga memilikimakna kesempurnaan ilmu dan takwanya kepada Allah Swt.
Adapun pendidikan dalam Islam yang diidentikkan dengan kata al-ta’lim di
antaranya, menurut Rashid Rida, al-ta’lim adalah proses transmisi berbagaiilmu
pengetahuan pada seseorang tanpa adanya batasan danketentuan tertentu.
Pemberian definisi tersebut berpijak pada firman Allah QS. al-Baqarah: 31
tentang apa yang dilakukan Allah kepada NabiAdam. Sedangkan proses transmisi
itu dilakukan secara bertahap sebagaimana Nabi Adam menyaksikan dan
menganalisis nama-nama sesuatu yang diajarkan Allah kepadanya .
Dari paparan
tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian al-ta’lim lebih luas jangkauannya
dan lebih umum sifatnya daripada istilah al-tarbiyah yang khusus berlaku bagi
anak kecil. Hal ini karena al-ta’lim mencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan
dewasa. Sedangkan al-tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran fase bayi dan
anak-anak.
Makna
pendidikan yang identik dengan al-ta’lim didasarkan pada firman Allah QS.
al-Baqarah 31:
وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ
عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ
صَادِقِينَ
Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu
berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang
yang benar!”
Ayat ini
dijadikan oleh Rashid Rida sebagai pijakan dalam mendefinisikan pendidikan
dalam Islam. Menurutnya, pendidikan dalam Islam itu adalah al-ta’lim. al-ta’lim
merupakan proses transmisi berbagaiilmu pengetahuan pada jiwa seseorang tanpa
adanya batasan dan ketentuantertentu. Transmisi ilmu pengetahuan itu dilakukan
secara bertahap sebagaimana Nabi Adam menyaksikan dan menganalisis
nama-namasegala sesuatu yang diajarkan oleh Allah kepadanya. Adapun pendidikan
dalam Islam yang diidentikkan dengan kata al-ta’lim di antaranya, kata ta’dib,
secara etimologis adalah bentuk masdar kata addaba yang berarti akhlaq,
sinonimnya adalah budi pekerti, kelakuan yang baik, sopansantun. Kata al-ta’dib
sepadan dengan kata al-ta’lim yang berasal darikata dasar ’allama, yang berarti
mengajar, menanamkan keyakinan dan pengetahuan. Dalam kedua kata tersebut
terkandung makna mengajar.
Berdasarkan
pemahaman tentang pendidikan Islam di atas, yang diartikulasikan dengan terma
al-tarbiyah, al-ta’dib dan al-ta’lim, maka dapat diambil generalisasi sementara
bahwa ketiga terma tersebut memang mengisyaratkan pendidikan. Akan tetapi bila
dilakukan analisis secara mendalam paling tidak dapat dikatakan bahwa al-ta’dib
lebih banyak bermuatan penanaman nilai, moral dan akhlak. Al-ta’lim lebih
mengarah kepada aktivitas doktrinasi ilmu pengetahuan dan keterampilan. Terma
pendidikan yang dikontekskan dengan kata Islam bukan sekedar transmisi ilmu,
pengetahuan, dan teknologi tetapi sekaligus sebagai proses penanaman nilai karena
hakikat pendidikan dalam al-Qur’an adalah menjadikan manusia bertakwa untuk
mencapai kesuksesan (al-falah), baik di dunia maupun di akhirat. Menurut
Langgulung, manusia macam manaatau yang bagaimana yang ingin diciptakan melalui
pendidikan .
Berbagai pendapat
tentang tujuan pendidikan dengan argumentasinya masing-masing banyak
dikemukakan para pakar pendidikan Islam. Pendapat tersebut berkisar pada
kenyataan bahwa tujuan pendidikan dalam Islam adalah menjadikan manusia yang
menyembah atau beribadah dan berserah diri kepadaAllah, mengembangkan potensi,
dan menanamkan akhlak mulia.
Firman Allah QS. al-Dhariyat: 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ -٥٦-
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supayamereka mengabdi kepada-Ku”
Selain untuk
menjadikan hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya dan yang lebih mengenal Allah,
berdasarkan ayat tersebut, tujuan pendidikana dalah untuk menciptakan hamba
Allah yang memiliki karakter saleh secara sosial. Firman Allah QS. al-Furqan:
63: Artinya:
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى
الْأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَاماً
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan”
Sesungguhnya yang menjadi fokus pendidikan
Islam identik dengan tujuan Islam itu sendiri. Muhammad Omar al-Toumy
al-Syaibani sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin menggariskan bahwa Islam datang
adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlaq
al-karimah. Yang dimaksud akhlaq al-karimah menurut al-Tabari sebagaimana
mengutip hadith Nabi adalah perilaku luhur yang ditetapkan dalam al-Qur’an yang
diajarkan oleh Allah . Adapun dalam pandangan Langgulung, Islam datang untuk
memperbaiki keadaan manusia dan menyempurnakannya. Tujuannya adalah untuk
mencapai kesempurnaan manusia karena Islam mencerminkan agama yang sempurna.
Berdasarkan prinsip ini, maka secara umum pendidikan dalam pandangan Islam yang
termaaktub dalam al-Quran bertujuan pembentukan insan salih (manusia yang baik)
dan beriman kepada-Nya serta pembentukan masyarakat yang saleh yang mengikuti
petunjuk agama Islam dalam segala urusannnya.[4]
Di samping
itu, pendidikan dalam al-Qur’an memiliki tiga segi tujuan,yaitu tercapainya
tujuan habl min Allah (hubungan dengan Allah), tercapai tujuan habl min al-nas
(hubungan dengan manusia), dan tercapai tujuan habl min al-‘alam (hubungan
dengan alam). Hal ini sebagaimana dalam firman Allah dalam QS. Ali Imran: 112
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُواْ
إِلاَّ بِحَبْلٍ مِّنْ اللّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ -١١٢-
Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di
mana saja mereka berada,kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah
dan tali(perjanjian) dengan manusia...”.
dan QS. al-A’raf: 56 berikut ini:
وَلاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا َ
-٥٦-
Artinya: “Dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya”
[4] Langgulung, Hasan. Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan
Sains Sosial. (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002)